Indoposnews.co.id – Polemik Reog Ponorogo semakin memanas. Sejumlah anggota dewan bersikap tegas bahwa Reog Ponorogo menjadi aset budaya Nusantara.
Tidak terkecuali Dewan Penasihat Forum Wartawan Jakarta (FWJ)-Indonesia. FWJ meminta Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) harus serius mengawal kesenian Tersebut.
“Menko PMK harus serius memperjuangkan aset budaya Nusantara ini di UNESCO. Jangan sampai sebatas “Omdo” atau “Omong Doang”,” ujar Dewan Penasihat FWJ-Indonesia, Joko Irianto Hamid di Jakarta, Kamis (7/4).
Baca juga : Menko PMK Muhadjir Effendy Dukung Kesenian Reog Ponorogo Diajukan ke Unesco
Jika Reog Ponorogo diklaim oleh Malaysia sebagai aset budaya mereka. Tentunya ini menjadi citra buruk bagi kinerja pemerintah dalam mengelola aset budaya leluhur nusantara.
”Karena sangat ironis, Malaysia yang pernah klaim Reog Ponorogo pada tahun 2008 hingga 2022 ini, faktanya Pemerintah Indonesia belum mampu mengurus pengakuan di Unesco,” kata mantan wartawan senior Jawapos tersebut.
Fungsionaris FWJ-Indonesia yang peduli pelestarian budaya Nusantara ini menegaskan, tindakan lamban pemerintah identik kekurangseriusan melindungi aset budaya Nusantara. Wajar, kata dia, kini dijadikan peluang Malaysia untuk kembali berulah klaim Reog sebagai produk budayanya untuk didaftarkan di Unesco.
Baca juga : Tradisi Perang ketupat Sambut Ramadan jadi Ajang Pelestarian Budaya
“Gaduh Reog diklaim Malaysia itu muncul sudah 14 tahun, sejak Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Faktanya, kementerian yang bertanggungjawab melindungi aset budaya Nusantara di era SBY identik tidak berbuat apa-apa, karena tidak juga tercatat di Unesco,” tandas wartawan senior di LensaIndonesia.com itu.
Diketahui, klaim Malaysia tahun 2008 memicu reaksi protes besar seniman reog maupun masyarakat di daerah hingga di Kedutaan Malaysia.
Kesenian itu adalah kesenian barongan Malaysia yang bentuk fisik dan gerakan tarinya persis dengan kesenian reog Ponorogo.
“Jadi, jangan sampai “Omdo” memperjuangkan Reog di Unesco terulang di era Presiden Jokowi. Kelak akan lebih ironis, karena publik pasti akan minta pertanggungjawaban keberadaan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,” kritik penulis buku setebal 380 halaman berjudul “Telisik Jurnalistik: Kembalikan Harum Citarum” (Sungai terpanjang di Jawa Barat “Terkotor se-Dunia”), diterbitkan Tahun 2019. (ash)