indoposnews.co.id – Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menghelat Online Talkshow berlabel “Satu Tahun Lagi! Kesempatan Menjadi WNI Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda yang Terlambat Memilih. Memahami PP Nomor 21 Tahun 2022”.
Hadir sejumlah narasumber yaitu Dr. Baroto Direktur Tata Negara Ditjen AHU, Dr. Patricia Rinwigati Ketua Djokosoetono Research Center & Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Bilal Dewansyah Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan PhD Candidate di VVI-Leiden University, Richard Kyle Public Figure bagian keluarga perkawinan campur, dan Nia Schumacher Ketua APAB selaku Moderator.
Baca juga: Pemerintah Pertimbangkan Akomodir Status Kewarganegaraan Ganda, Simak Ini Respons APAB
Seperti diketahui Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, hanya mengenal kewarganegaraan tunggal, dan kewarganegaraan ganda terbatas. Warga Negara Indonesia (WNI) memiliki kewarganegaraan ganda terbatas yaitu anak hasil perkawinan campuran antara WNI, dan Warga Negara Asing (WNA). Dikatakan terbatas karena ketika berusia 18 tahun, atau paling lambat 21 tahun, anak dengan kewarganegaraan ganda itu, harus memilih apakah akan menjadi WNI, atau WNA.
Saat ini, permasalahan cukup krusial karena masih ada anak hasil perkawinan campur tidak didaftarkan orang tuanya atau sudah mendaftar tetapi terlambat melakukan pilihan. Sesuai ketentuan undang-undang, anak itu akan terancam menjadi orang asing atau WNA. Kondisi itu, tentu akan menjadi permasalahan kompleks, tidak sesuai semangat perlindungan, dan kepastian hukum.
Baca juga: Masuk Prolegnas, APAB Dorong UU Kewarganegaraan Ganda Menjadi Prioritas DPR
“Kemenkumham berkomitmen memberi perlindungan, dan kepastian hukum terhadap anak-anak hasil perkawinan campur, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia (PP Nomor 21 Tahun 2022). Terhadap anak-anak itu, diberi kemudahan persyaratan, dan diberikan perpanjangan waktu untuk mengajukan permohonan menjadi WNI dalam tempo 2 tahun sejak 31 Mei 2022 sampai 31 Mei 2024,” tutur Baroto, Direktur Tata Negara, di Jakarta.
Baroto berharap talkshow itu, menjadi media sosialisasi penerapan PP Nomor 21 Tahun 2022 sehingga anak-anak hasil perkawinan campur belum mendaftar atau sudah mendaftar tetapi belum memilih kewarganegaraan Indonesia segera mengajukan permohonan untuk menjadi WNI kepada presiden melalui Menteri Hukum dan HAM. ”Permohonan diajukan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan tempat tinggal pemohon, dan mohon diingat kesempatan itu hanya sampai 31 Mei 2024, satu tahun lagi,” imbuh Baroto.
Baca juga: Ketua DPR RI Puan Maharani : Koperasi di Indonesia Mengikuti Perkembangan Zaman
Sementara itu, Bilal Dewansyah dosen Fakultas Hukum Universita Padjajaran (Unpad) mengaku PP Nomor 21 Tahun 2022 tentu bukan skema ideal untuk melindungi status kewarganegaraan keluarga perkawinan campuran. Thailand dan Filipina misalnya, membolehkan dwi kewarganegaraan secara permanen, bukan hanya bagi anak, tetapi juga bagi orang tuanya. ”Tapi untuk saat ini, PP itu setidaknya telah memberikan alternatif perlindungan bagi anak dari perkawinan campuran mendapat haknya kembali menjadi WNI berdasar Undang-Undang Kewarganegaraan 2006,” tegas Bilal.
Di bagian lain Ketua Djokosoetono Research Center, Patricia Rinwigati mengapresiasi terobosan itu sebagai salah satu langkah berani dari AHU. Namun, dia mengeluarkan kekhawatiran tentang waktu sangat sempit, mengingat kelengkapan amat beragam serta belum mengakomodir anak tinggal di luar negeri yang ingin kembali menjadi WNI. Setelah hampir 20 tahun UU Nomor 12 Tahun 2006, sudah waktunya untuk merevisi UU ini, setidaknya untuk mengakomodir dampak globalisasi. Pada konteks itu, dia mengimbau agar dipertimbangkan lagi kewarganegaraan ganda untuk mengakomodir tuntutan masyarakat makin mobile.
Baca juga: BPOM Gandeng Kemenkes Palestina, Ini Kata Pakar BRIN
Pendapat menarik disampaikan Richard Kyle dengan ibu WNI, dan ayah WNA Australia. Sebagai anak dari keluarga perkawinan campuran, Richard merasakan keterbatasan peraturan, apalagi ia sekarang lebih banyak berada di Indonesia. Ia sadar tidak termasuk subjek PP 21 karena secara usia sudah melewati batas, namun dia berharap Pemerintah dapat memikirkan solusi terbaik dan terjangkau, terlebih dia lahir dari ibu WNI, agar tidak disamakan dengan WNA murni. Richard mengimbau anak-anak berkewarganegaraan ganda lainnya untuk bisa memanfaatkan waktu satu tahun jika ingin menjadi WNI.
Nia Schumacher, Ketua APAB mengapresiasi PP 21 sebagai bagian perlindungan pemerintah terhadap anak-anak keluarga perkawinan campuran. Namun menilik diskusi, dengan sisa waktu 1 tahun mungkin tidak cukup, mengingat pemahaman terhadap PP belum begitu menyeluruh. Sebab, tidak sedikit anak-anak lain tidak termasuk dalam PP ini, dan ketika ingin memilih kewarganegaraan Indonesia, harus menempuh naturalisasi.
Baca juga: Anggota DPR RI Rifqinizamy Karsayuda Sarankan Presiden Keluarkan Perppu Terkait Pemilu 2024
Padahal, anak-anak itu bagian dari keluarga Indonesia, namun proses naturalisasi disamakan dengan WNA murni. Bukan hanya prosesnya tidak mudah, namun biaya harus dikeluarkan tidak sedikit. Nia berharap Pemerintah dapat memikirkan nasib anak-anak tersebut. Sebab kala tidak, banyak potensi dari anak-anak tersebut bisa hilang dari negara ini.
APAB berdiri sejak 2002 dengan mengusung gol kewarganegaraan ganda untuk keluarga perkawinan campuran. APAB berkontribusi terhadap lahirnya UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, dan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. APAB menyadari, perjuangan kewarganegaraan ganda butuh waktu tidak pendek, dan kerja keras tanpa henti untuk meyakinkan baik Pemerintah maupun DPR. APAB tidak menutup mata atas berbagai persoalan soal keluarga perkawinan campuran, dan akan selalu berupaya membantu para anggota menyebarkan informasi, dan mencarikan solusi, salah satunya lewat talkshow ini. (abg)