indoposnews.co.id – Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, mengatakan bahwa risiko hipertensi akan meningkat tajam seiring dengan bertambahnya usia, oleh karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah mulai usia 18 tahun.
Peningkatan itu terjadi ketika seseorang pria atau wanita mulai menginjak usia 46 tahun. Pemeriksaan tekanan darah secara regular disarankan dimulai pada usia 18 tahun, terutama yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskular.
“Pasien diabetes berisiko mengalami hipertensi sehingga dengan demikian harus dilakukan pemeriksaan darah berkala untuk mendeteksi adanya hipertensi,” ujar dr. Eka dalam webinar World Hypertension Day (WHD) 2022 pada Selasa.
Selain pengukuran tekanan darah di fasilitas kesehatan, pemeriksaan juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah atau di komunitas tertentu yang dikenal dengan Home Blood Pressure Monitoring (HBPM) atau disebut dengan Pengukuran Tekanan Darah di Rumah (PTDR).
Baca juga : Tips Menjaga Kesehatan Gigi Saat Berpuasa
Dengan melakukan pengukuran yang benar dan akurat, akan didapatkan hasil yang tepat. PTDR sangat membantu untuk mendeteksi hipertensi jas putih, yaitu peningkatan tekanan darah saat diukur di klinik atau RS namun saat dilakukan pengukuran di luar klinik didapatkan tekanan darah normal.
“PTDR juga dapat digunakan untuk memonitor hasil pengobatan. Selain itu dengan melakukan pengukuran mandiri membuat pasien menjadi lebih patuh dalam pengobatan,” jelasnya.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global termasuk di Indonesia. Survei yang dilakukan oleh oleh InaSH bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2018 menunjukkan pada sampel 68.846 orang dengan rentang usia rata-rata 45 hingga kurang lebih 16,3 tahun ditemukan bahwa 27.331 orang (30,8 peraen) mengidap hipertensi.
Angka ini lebih rendah dari survei tahun 2017 yaitu 34,5 persen, hal ini disebabkan pada survei tahun 2018 terdapat 18,6 partisipan berusia 18-29 tahun.
Dalam kelompok hipertensi hanya 13.018 (47,6 persen) yang menyadari adanya hipertensi dan hanya 47,4 persen yang mengkonsumsi obat anti hipertensi. Survei juga menunjukkan target pengobatan tidak tercapai pada 10.106 pasien (78,0 persen).
Dengan kondisi tersebut, tidak heran jika di Indonesia angka insiden penyakit jantung koroner, stroke dan gagal ginjal masih tinggi.
dr. Eka mengemukan bahwa hipertensi dapat dicegah walaupun faktor genetik dan usia sulit untuk dimodifikasi. Namun banyak faktor risiko lain yang dapat dihindari agar tidak terjadi hipertensi yakni dengan menanamkan pola hidup sehat sejak usia dini yang dilakukan dalam keluarga dan melalui edukasi di sekolah.
Hal ini lebih mudah dibandingkan menyarankan perubahan gaya hidup bagi orang dewasa. Orangtua dan guru juga mempunyai peranan penting dalam menanamkan pola hidup sehat pada anak-anak yang akan terus diingat dalam memorinya hingga mereka dewasa.
“Mengurangi paparan terhadap polusi udara juga merupakan upaya pencegahan terhadap hipertensi, selain mengatasi stresor dan tidur yang cukup,” kata dr. Eka.