indoposnews.co.id – KETIKA saya transit di Singapura, tiga anggota DPR Malaysia diusir dari ruang rapat. Yang mengusir wakil ketua DPR, wanita: Alice Lau. Dia lagi jadi pimpinan rapat pekan lalu. Awalnya hanya satu orang yang diusir Alice. Yakni anggota DPR dari partai Islam PAS, Datuk Awang Hasyim. Alice masih muda, 41 tahun. Anak satu. Dari Partai Tionghoa DAP dapil Sibu, Serawak. Awang juga masih muda, 41 tahun, dari Dapil Pendang di Kedah.
Itu rapat dengar pendapat dengan menteri lingkungan hidup dan perubahan iklim, Nik Azmi Nik Ahmad. Juga menteri yang masih muda 41 tahun. Nik Azmi tokoh muda Islam lulusan King’s College London. Ia ahli hukum. Ayahnya tokoh UMNO dari Kuala Lumpur. Di ibu kota itu pula Azmi lahir dan memenangkan suara untuk jadi anggota DPR. Awang menuding Nik Azmi sebagai menteri pembohong. Itu terkait dengan, katanya, hilangnya sebidang tanah yang dilindungi di Kedah.
Rupanya kata ”pembohong” masih dianggap tidak sopan di sana. Alice langsung minta Awang untuk mencabut kata ”bohong” itu. “Itu kata yang masih harus diklarifikasi. Harusnya Anda bertanya dulu apakah tanah tersebut benar hilang dan bagaimana ceritanya. Tidak langsung bilang bohong,” ujar Alice. Anggota DPR lain, Lim Guan Eng, juga membela Nik Azmi. Guan Eng, mantan menkeu, juga minta Awang mencabut kata-kata itu. Demikian juga beberapa anggota yang lain.
Baca juga: Awas Erdogan
Ruang rapat pun riuh bersahut-sahutan. Rupanya saling interupsi juga mulai terjadi di sana. Belum lagi Guan Eng selesai bicara, anggota DPR juga dari PAS, Datuk Seri Shahidan Kassim, angkat tangan. “Kau penyamun,” katanya. Umurnya sudah 71 tahun. Asal Kelantan, dekat perbatasan dengan Thailand. Ia lulusan Universiti Utara Malaysia di Perlis. Mendengar Guan Eng dikatakan penyamun, anggota DPR DAP dari Dapil Jelutong RSN Rayer ikut berdiri. “Biadab,” katanya sambil menuding Shahidan.
Alice minta agar pengucap kata ”penyamun” dan ”biadab” sama-sama mencabut kata-kata itu. Shahidan mengaku tidak pernah mengucapkan kata penyamun. Tapi Rayer berkeras ia mendengar sendiri kata penyamun terlontar dari mulut Shahidan. Shahidan berkilah. “Mana buktinya saya mengucapkan kata penyamun,” kilahnya. Rupanya Shahidan ini sangat berpengalaman. Ia sudah menjadi anggota DPR sejak tahun 1980-an. Waktu mengucapkan kata ”penyamun” mikrofon di depannya ia matikan.
Tidak akan ada bukti rekamannya. Tapi Alice, seorang sarjana farmasi, melihat suasana sidang sudah kian gaduh. Maka tiga orang itu dikeluarkan semua dari ruang sidang. Praktis keadaan itu mencerminkan perpolitikan di Malaysia sekarang ini. Pemerintahan Anwar Ibrahim sekarang, kata oposisi, terlalu mengakomodasikan golongan Tionghoa. “Pribumi habis,” bahasa mereka. Tentu itu bahasa oposisi. Bagi Anwar Ibrahim, Malaysia harus menjadi rumah untuk semua golongan.
Baca juga: Cara Jenaka Hadapi Mahfud MD
Ini berbeda dengan praktik politik masa lalu. Terutama di zaman UMNO berkuasa selama 60 tahun: pribumi diistimewakan. Belakangan gerakan membela pribumi kian marak. Tokoh sentralnya tetap Mahathir Muhammad. Tahun ini usia Mahathir 98 tahun. Masih sehat. Gesit. Bahkan kini ia mendirikan partai baru lagi: Partai Bumiputera Perkasa Malaysia. Disingkat PUTRA. Inisiator partai ini sebenarnya Ibrahim Ali. Bukan Mahathir. Juga sudah tua: 72 tahun. Asal Kelantan.
Tapi Anda tidak banyak tahu tentang orang ini. Kuliahn di Kamboja, dan dapat gelar doktor di sana. Ibrahim Ali juga menjabat ketua partai PUTRA. Tapi tokoh informalnya tetap Mahathir. Praktis partai ini juga bisa disebut pecahan UMNO. Atau disebut juga OMNO garis lurus. Harapannya, semua pribumi bersatu di situ. Tapi itu juga berat. Partai Islam PAS akan tetap ingin eksis. Tapi PAS masih bisa menjadi satu di barisan koalisi PUTRA. Di luar itu masih ada UMNO baru.
Yang kini masuk koalisi di pemerintahan bersama Partai Keadilan Rakyat dan Partai Tionghoa DAP: Perikatan Harapan. Perjuangan membela pribumi ini, di Malaysia, disejajarkan dengan membela Islam. Suku Melayu adalah Islam. Di Semenanjung. Tapi di Malaysia Timur, Serawak, dan Sabah, ada jenis pribumi lain: suku Dayak. Bahkan paling pribumi. Dayak umumnya Kristen. Atau punya agama sendiri: agama nenek moyang. Pribumi di timur ini kini justru mulai menggugat ke pengadilan.
Baca juga: Trump Tuai Badai Karma
Agar status Malaysia sebagai negara Islam dihapus. Tapi kenyataan itu tidak menyurutkan perjuangan pribumi di barat. Mahathir terus diminta bicara di kelompok-kelompok pendukung PUTRA. ”Sejak dulu pribumi Malaysia sudah kehilangan kendali di bidang ekonomi. Sebentar lagi akan kehilangan pula kendali di bidang politik,” ujar tokoh dua kali menjabat perdana menteri itu. Banyaknya nonpribumi di kabinet Anwar Ibrahim adalah contohnya. Dari 28 menteri kabinet, 6 orang Tionghoa.
Termasuk Alice. Dua orang lagi Dayak. Enam menteri itu sebenarnya masih belum mencerminkan komposisi penduduk Tionghoa sampai 40 persen di Malaysia. Bahkan posisi tidak ada yang mendapat posisi wakil perdana menteri. Tapi jumlah 6 orang dari 28 anggota kabinet itu loncatan besar. Di kabinet sebelumnya, dari 70 menteri (termasuk wakil menteri) hanya 3 orang Tionghoa. Mahathir di usia tuanya kelihatan akan fokus di perjuangan membela pribumi ini.
Baca juga: 100 Tahun Trump
”Setelah saya berhenti sebagai perdana menteri pertama dulu pribumi kian miskin,” katanya di berbagai kesempatan belakangan ini. Permusuhan antara Mahathir dan Anwar kelihatannya belum akan sudah. Tapi Anwar terus fokus pembangunan ekonomi. Sesekali ia menyindir Mahathir, tapi tidak mau menyebut nama. Yang disindir yang merasa. “Buktikan kalau saya pernah menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi saya,” ujar Mahathir.
Untung Kalimantan Barat (Kalbar) hanya satu provinsi. Kalau Kalbar satu negara, bisa-bisa punya problem serupa. Kalbar agak mirip dengan perpolitikan Malaysia. Begitu suku Melayunya pecah kongsi, yang jadi gubernur suku Dayak. Pun sebaliknya. (Dahlan Iskan)