indoposnews.co.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 3 tahun 10 bulan penjara Ted Sioeng. Tuntutan tersebut didasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya, Ted menyebabkan Bank Mayapada rugi Rp133 miliar.
”Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa (Ted) mengakibatkan kerugian Bank Mayapada sebesar Rp133 miliar,” tukas Setyo Wicaksono, kala membacakan surat tuntutan, di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu, 12 Februari 2025.
Kuasa Hukum Ted Sioeng, Julianto Aziz mengatakan putusan PKPU pailit bersifat mengikat atau dengan kata lain tidak ada lagi proses pidana bisa diajukan. Karena putusan perdata secara langsung membuktikan tidak ada pelanggaran dalam proses perjanjian utang piutang antara Ted dengan pihak Bank Mayapada.
Baca juga: Skandal Bank Mayapada, Aset Ted Sioeng Melayang
Sementara proses pidana yang diajukan memperkarakan permasalahan perjanjian. “Dengan kata lain jika proses pidana dikabulkan, maka putusan PKPU terhadap Ted Sioeng gugur secara hukum, begitu pun sebaliknya,” ungkap Julianto.
Mengenai upaya hukum lanjutan, tim pengacara Ted Sioeng baru akan menyampaikan pledoi pada sidang berikutnya sambil menunggu putusan hakim terhadap perkara tersebut. Merujuk pada sidang yang melibatkan saksi ahli, Ted Sieong seharusnya tidak bisa dipidanakan karena telah menerima keputusan perdata dari PKPU.
Guru Besar Fakultas Hukum UGM yang bertindak sebagai saksi ahli perdata/perbankan, Nindyo Pramono, dengan mengacu pada putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Ted Sioeng tidak bisa dipidana Sebab, menurutnya, kepailitan masuk dalam asas hukum yang menyatakan peraturan khusus menggantikan peraturan umum atau disebut lex specialis.
Baca juga: Skandal Bank Mayapada, Ini Menurut Keterangan Saksi Ahli
“Kalau merujuk Undang-Undang Kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), ada salah satu pasal bisa merujuk kalau tidak salah Pasal 29 dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, tegas dinyatakan kalau sudah perkara kepailitan dan debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, maka perkara-perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang berkaitan dengan peradilan yang sedang berlangsung menjadi gugur. Karena kepailitan adalah lex specialis,” kata Nindyo.
Maka dari itu, tidak relevan lagi jika kreditur mempersoalkan adanya perbedaan peruntukan dari pinjaman yang dilakukan oleh nasabah atau debitur padahal utang-utangnya sudah dilunasi. Menurut Nindyo, prinsip dasar bank sebagai kreditur adalah utang atau kreditnya dibayar lunas oleh debitur. Senada dengan itu, ahli hukum pidana dari UII Mudzakkir menegaskan Ted Sioeng tidak bisa dipidanakan dengan tuduhan penggelapan dan penipuan.
“Jika benar terjadi proses-proses yang disebutkan keperdataan sudah berakhir, proses gugatan perdata sudah inkracht, sudah ada putusan. Demikian juga dikatakan kepailitan sudah inkracht, semuanya sudah. Itu sesungguhnya proses hukum keperdataan memang kalau terjadi wanprestasi, ujungnya ada seperti yang ahli terangkan. Jadi kalau begitu, hubungan keperdataan atau hubungan kontrak peminjaman kredit tadi itu sudah terselesaikan berdasarkan putusan-putusan pengadilan yang bersangkutan, baik itu terkait kepailitan maupun terkait keperdataan,” ungkap Mudzakkir. (abg)