indoposonline.net – PT Semen Indonesia (SMGR) bakal terus menggenjot pasar ekspor. Itu seiring permintaan dalam negeri masih rendah. Kondisi itu, bisa dimaklumi mengingat pandemi Covid-19 belum mereda.
Merespons itu, perseroan bakal membidik sejumlah pasar baru untuk mengoptimalkan ekspor produk. Salah satunya akan menuju pasar Amerika Utara. Langkah itu, setelah diteken perjanjian kemitraan dengan investor Jepang, Taiheiyo Cement Corporation (TCC).
Baca juga: Baim Wong Luncurkan Liquid Tiger Wong
Perjanjian kemitraan antara TCC, bersama anak usaha perusahaan PT Solusi Bangun Indonesia (SMCB) itu diteken pada 8 Desember 2020 lalu. Perjanjian itu, untuk membangun suatu kemitraan antara TCC, SMGR, dan SBI, dalam berbagai bidang usaha. Misalnya, produksi semen dan produk turunannya, sumber daya alam termasuk batu kapur, lingkungan hidup, bahan bangunan, perdagangan semen, penelitian, dan pengembangan.
”Kami mematok ekspor 500 ribu ton hingga 1 juta ton tahun ini,” tutur Direktur Utama SIG Hendi Prio Santoso, usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2021, di Jakarta, Senin (29/3).
Baca juga: 5 Tips Sukses Usaha Ditengah Pandemi
Sebagai upaya tidak berpangku tangan lantaran efek pandemi ini masih dirasakan. Pada kuartal pertama tahun ini, perusahaan masih merasakan dampak signifikan Covid-19. Kebijakan ekspor, sudah digenjot sejak tahun lalu. Di tengah ketatnya persaingan industri semen domestik, perusahaan telah mengekspor ke Australia, Bangladesh, Sri Lanka, dan China.
”Tahun lalu, SIG telah meluncurkan produk masonry cement dan pengembangan digital marketing dengan menghadirkan beberapa platform seperti Sobat Bangun, Akses Toko, Official Store untuk memberi kemudahan pelanggan mendapat produk SIG,” ucap Hendi.
Baca juga: BEI Rayu Persis Solo Go Public, Ini Alasannya
Langkah ekspor itu, sangat diandalkan di tengah penurunan penjualan pasar dalam negeri. Berdasar catatan, sepanjang tahun lalu, permintaan semen curah anjlok 27,5 persen. Permintaan segmen ritel domestik juga terkoreksi 13 persen. ”Itu kami imbangi dengan penjualan ekspor,” tegas Hendi.
Meski pasar domestik lesu, performa perseroan tahun lalu cukup ciamik. Faktanya, SIG berhasil mengantongi lonjakan laba dapat diatribusikan ke entitas induk 16,73 persen menjadi Rp2,79 triliun dibanding 2019 sejumlah Rp2,39 triliun. Beban pokok pendapatan turun dibanding penurunan pendapatan. Marjin Ebitda meningkat menjadi 25,80 persen.
Baca juga: Garap Industri Halal, BSI Fokus Kembangkan UMKM
Selain itu, perseroan mengelola arus kas secara disiplin, menerapkan kebijakan belanja modal ketat, mengelola arus kas dari aktivitas operasi tetap positif. Kebijakan itu, pertama berhasil menciptakan brand baru yakni Dynamix Masonry, membuat SIG tidak perlu membayar royalti seperti sebelumnya. ”Dan, ternyata bisa menghasilkan efisiensi hingga Rp700 miliar,” tambah Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko SIG Doddy Sulasmono Diniawan.
Dan kedua, percepatan pembayaran pinjaman membuat nilai pinjaman turun tajam Rp5,3 triliun. Langkah itu, telah menghasilkan efisiensi bunga di atas Rp900 miliar. ”Dua pos utama itu mendorong bottom line kita,” beber Doddy. (abg)