Indoposonline.NET – Value investing menjadi strategi investasi membawa Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo ke puncak kesuksesan. ”Ada orang investasi di capital market based on fundamental, ada yang based on technical. Kalau saya, bagaimana kita unlocked value. Saya lebih fokus pada value investing. Saya investasi based on value, how we create value,” tutur Hary.
Hary memaparkan itu saat berbagi ‘Kisah Perjalanan Investasi’ dalam “Indonesia Investor Summit 2021: The Rise of Indonesia Stock Market: secara virtual, Sabtu (26/6).
Baca juga: Buah Inovasi, Kliring Berjangka Indonesia Sabet Laba Bersih Rp66,4 Miliar
Saat memulai kariernya akhir 1989, Hary mengumpulkan modal dengan jual beli perusahaan. Bukan jual beli saham. Sukses jual beli perusahaan, dia memutuskan membangun usaha sendiri. Kini, MNC Group merupakan salah satu grup terbesar Indonesia bergerak berbagai bidang usaha. ”Kita kembangkan. Kita go public PT MNC Vision Networks (IPTV). IPTV itu, induk perusahaan daripada MNC Vision, K-Vision, MNC Play broadband, kemudian Vision+,” beber Hary.
Sepanjang dua tahun terakhir, banyak sekali yang dikembangkan dan dikebut Hary, terlebih pengembangan digitalisasi. Saat ini, pihaknya punya 400 tech developer di Jakarta, Bandung, dan India. Selain itu, MNC mendirikan kantor di India khusus untuk AI, artificial intelligence.
Baca juga: Terangi Daerah Terpencil, Pekerja PLN Rela Bersabung Nyawa
PT MNC Kapital Indonesia (BCAP) mengembangkan MotionBanking (digital Banking), MotionPay (e-money), MotionWallet (e-wallet), MotionTransfer (remittance), MNCTrade dan sudah mendapatkan izin OJK untuk digital insurance, MotionInsurance.
Jadi, bilang Hary, Motion menjadi brand untuk semua digital financial services di bawah BCAP. ”Business model MNC Land (KPIG) saya ubah, dari property, ke entertainment hospitality. Kita kembangkan KEK Lido, dengan entertainment project sudah berjalan, seperti Movieland, Music & Arts Center, sebentar lagi kita akan launch World Garden,” ulasnya.
Baca juga: Ada Prestasi dan Kehebatan Indonesia di Balik Krisis Covid-19
Saat ini, lapangan Golf dan Golf Club sedang dibangun, dan sudah selesai 9 hole. Theme park KEK MNC Lido akan mulai dibangun pada semester dua 2021. ”Sisanya nanti investor lain akan membangun di kawasan itu dengan menggunakan master design kita,” ucap Hary.
Hary menambahkan, di bawah MNC Land juga ada Park Hyatt, Oakwood di Surabaya, One East Penthouse & Residences, dan berbagai office building. Lalu, media MNC Group bertransformasi digital, ada Vision+ merupakan OTT berbayar, dan RCTI+ yakni OTT berbasis iklan.
Baca juga: Manjakan Nasabah, Bank Mega Launching Mega Metro Card
Selanjutnya, e-Sport dikembangkan PT MNC Studios International (MSIN). Di mana, perseroan akan meluncurkan sebuah game, yaitu Rapid Fire mirip Free Fire. Tidak lupa, StarHits -unit MSIN- terus dibesarkan. ”Sekarang basis MNC Group di media sosial sangat besar. Di YouTube, ada 130 juta lebih subscriber. Facebook dan TikTok 117 juta. Namun, yang lebih penting lagi traffic tiga tahun sudah menghasilkan lebih dari 45 miliar views. Besar sekali,” tukas Hary.
Selain itu, MNC Pictures -unit bisnis MSIN- menjadi rumah produksi terbesar Indonesia, termasuk melalui produksi serial drama Ikatan Cinta. Hary memastikan ke depan MNC Group akan semakin agresif. Maklum, dua tahun terakhir, bisa dilihat banyak inisiatif digital baru di MNC Group.
Baca juga: BPK Rekomendasi Cut Loss Saham BPJS-TK, Eks Dirut BEI Bilang Gini
”Kesempatan itu ada di semua situasi. Situasi baik, nggak baik, kesempatan ada. Hanya bedanya dari sisi mana kita memandang. Jangan kita terbelenggu dengan status quo. Setiap situasi pasti ada opportunity, tapi dalam perspektif berbeda,” pungkasnya.
Sementara itu, Lo Kheng Hong, investor kakap pasar modal, mengatakan tata kelola perusahaan-perusahaan MNC Group tidak perlu diragukan. Pada 2020, saat pandemi, kata Lo Kheng Hong, Global Mediacom (BMTR) membukukan laba Rp900 miliar. “Apalagi tahun 2019, mungkin labanya lebih besar ya. Kalau perusahaan itu labanya besar, ya harusnya tata kelolanya tidak perlu diragukan lagi. Kan kalau tata kelola buruk, mana bisa sih menciptakan laba besar. Apalagi anak perusahaan MNCN itu, labanya di atas Rp1 triliun,” tutur pria yang disebut-sebut sebagai Warren Buffett-nya Indonesia itu.
Baca juga: Program MicroMentor jadi Peluang Tingkatkan Digitalisasi UMKM
Perusahaan dengan tata kelola buruk, tambah Lo Kheng, tidak akan bisa menghasilkan laba mencapai lebih dari Rp1 triliun. “Kalau perusahaan bisa menciptakan laba Rp1 triliun lebih, tentu tata kelolanya baik,” tegasnya.
Selama ini, Lo Kheng Hong membeli saham yang seharusnya berada di harga Mercy, tapi dia bisa membeli di harga Avanza. “Mercy dijual harga Avanza itu di dunia nyata tidak ada, hanya ada di Bursa Efek Indonesia,” ungkap Lo Kheng Hong. ”Kalau kita lihat beberapa tahun lalu, misalkan 2013, harga BMTR itu Rp2.800 per saham. Kalau kita lihat, kinerja tahun 2013 dibanding tahun 2021, mungkin kinerjanya lebih bagus sekarang daripada yang dulu. Jadi, harga BMTR itu masih jauh, masih jauh sekali,” katanya.
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Bikin Investor Waswas
Lo Kheng Hong mengungkapkan tidak pernah menjual saham BMTR yang dimilikinya. Meski beberapa teman menjualnya, karena tergiur keuntungan besar. Namun, saham miliknya justru terus bertambah.
”Masih didiamin saja, nggak pernah dijual. Mungkin bisa ditambah, tapi nggak dijual. Karena ketika saya beli 200, satu minggu kemudian akan menjadi 350. Itu kan sudah untung berapa tuh, 75 persen. Saya nggak jual 1 lot pun,” ungkap Lo Kheng Hong. (abg)