indoposnews.co.id – TAHUN ini tidak happy ending bagi GoTo. Harga sahamnya, di pasar modal, Anda sudah tahu: seperti tahu dipukul palu. Tinggal Rp97 per lembar pada penutupan Jumat lalu. Bahkan sempat tinggal Rp94. Pun Rp 82. Beberapa menit. Dan, Senin kemarin masih turun lagi: Rp87 per eksemplar. Mungkin akan ada usaha tertentu agar tetap di kisaran itu. Agar tidak jatuh menjadi saham gocapan. Siapa tahu.
Penyebabnya pun Anda sudah tahu: sejumlah besar saham yang dulu dilarang diperjualbelikan, sudah boleh dilepas ke pasar. Jumlah saham jenis itu mencapai ratusan miliar lembar. Pemiliknya pun Anda sudah tahu: ada perusahaan Singapura, Tiongkok, lembaga investasi, dan sedikit Boy Thohir. Sedikit ukuran GoTo itu 1 miliar lembar. Kurang dari 1 persen. Tapi manajemen Gojek-Tokopedia tenang saja.
Orang pasar modal, tidak kagetan oleh turun naik harga saham. Pun bila harga itu terjun bebas tinggal kurang dari 29 persen dari Rp338 per saham di awal IPO jadi Rp97 per unit pada Jumat lalu. Padahal, sehari setelah IPO tanggal 11 April 2022, saham GoTo sempat naik jadi Rp388 per helai. Rupanya, begitu umur IPO GoTo mencapai 8 bulan, 30 November 2022, larangan jual itu berakhir. Para pemegang saham itu melepas saham mereka.
Baca juga: Selamatkan Uang Negara, KPK Garap Investasi Telkom di GOTO
Sejak 28 November, 2 hari sebelum batas itu, harga saham GoTo sudah mulai anjlok. Semua pemain pasti berhitung: bakal ada pelepasan saham besar-besaran setelah 30 November 2022. Sebelum jatuh beneran ada yang sudah mulai turun tangga. Harga jatuh beneran. Sampai 11 hari beruntun. Berhenti sebentar turun lagi. Sampai Jumat lalu. Begitu dalam jurang itu sampai Bursa Efek Indonesia (BEI) memasukkan GoTo dalam unusual market activity (UMA).
Maka berakhirlah hiruk-pikuk GoTo. Gegap gempita pun padam. Sejarah tinggal sejarah: inilah IPO terbesar dalam sejarah pasar modal Indonesia. Sampai 2 persen dari GDP Indonesia. Gemparnya mirip ledakan gunung Tambora. IPO-nya di pasar modal Jakarta, gempanya sampai New York. Hari itu, kata 11 April 2022, GoTo dapat uang baru sekitar Rp160 triliun. Dalam sehari. Silau saya seperti mata menatap matahari pada jam 12.00 siang.
Ketika belakangan harga saham GoTo nyungsep, medsos penuh dengan gosip GoTo. Mulai dari siapa pemilik saham itu, berapa triliun rupiah Telkom rugi, berapa besar gaji manajemennya sampai mengapa OJK belum turun tangan. Telkom selalu bilang belum bisa dibilang rugi. Investasi Telkom di GoTo memang besar. Sekitar Rp6,4 triliun. Yakni untuk membeli saham sebanyak 23,7 miliar lembar. Rupanya hari itu Telkom via Telkomsel dapat diskon khusus.
Baca juga: Peopleverse Lepas 18 Miliar Lembar, Saham Sejuta ARB GOTO Terjun Bebas 6,96 Persen
Dari harga IPO Rp338 per lembar, cukup membeli dengan Rp276 per lembar. Ketika harga saham GoTo sempat naik jadi Rp388 per helai pada 12 April 2022, Telkom untung sekitar Rp2 triliun. Tapi Telkom tidak bisa menjual saham di tanggal itu. Saham yang dibelinya saham diskon. Tidak boleh dijual selama 8 bulan. Sayangnya, ketika masa penahanan 8 bulan itu lewat, harga saham GoTo tinggal Rp97 per lembar. Telkom rugi sekitar Rp4 triliun.
Untung Rp2 triliun tadi hanya di atas kertas. Rugi Rp4 triliun tadi juga di atas kertas. Yang jelas ditutup buku tahun ini aset Telkom turun sekitar Rp3 triliun dari seharusnya. Ini tidak lagi di atas kertas. Tentu Telkom harus menunggu harga saham itu naik lagi. Kapan? Tidak ada yang tahu. Tahun ini GoTo masih rugi sekitar Rp23 triliun. Kalau ditambah kerugian lama, total kerugiannya mencapai Rp100 triliun.
Tapi menurut CEO GoTo Andre Sulistyo, kerugian besar tahun ini lebih banyak akibat stock base compensation. Tenang saja. Bukan kerugian tunai. Bagaimana menjelaskan ini? Mudah. Berarti GoTo membayar gaji pimpinan dengan dua cara: sebagian dibayar uang, sebagian dibayar saham. Gaji bulanan dibayar tidak melebihi perusahaan besar. Itu dalam bentuk uang. Pengeluaran gaji pimpinan GoTo, selama 9 bulan tahun ini Rp22,9 miliar.
Baca juga: GPF Obral 18,60 Miliar Eksemplar, Saham GOTO Istiqomah ARB
Berarti sebulan Rp1,5 miliar. Dibagi sekitar 10 orang. Wajar gaji itu sekitar Rp150 juta per bulan per orang. Bahkan kurang besar. Terutama untuk ukuran perusahaan pernah bisa dapat uang Rp160 triliun sehari. Itu sebabnya para pimpinan tersebut mendapat gaji berbentuk stock base compensation (SBC). Kompensasi berbentuk saham. Mereka diberi saham. Nilainya, konon mencapai sekitar Rp11 triliun. Dibagi, mestinya, untuk sekitar 10 orang itu.
Saham jenis ini termasuk tidak boleh dijual selama diperjanjikan. Mungkin selama 4 atau 5 tahun. Tujuannya: supaya pimpinan perusahaan bekerja keras untuk menaikkan harga saham. Saya tidak tahu Rp11 triliun itu didasarkan pada harga saham berapa. Anda juga tidak tahu. Mereka yang tahu. Bisa saja angka Rp11 triliun itu sekarang juga tinggal 25 persennya. Stock base compensation itu beda dengan Employee Stock Option Plan (ESOP).
Baca juga: Konsisten ARB! GPF Buang 87,89 Juta Saham GOTO
Karena bentuknya compensation, maka Rp11 triliun itu, harus dibukukan sebagai pengeluaran. Pencatatannya harus dilakukan di tahun pertama. Yakni saat kompensasi itu dilaksanakan. Maka pada catatan buku GoTo mestinya ada pengeluaran Rp11 triliun tahun ini. Pengeluaran bukan tunai. Padahal, kompensasi itu bisa jadi dikunci selama 5 tahun. Itu berbeda dengan ESOP. Di ESOP pimpinan dan karyawan dapat saham, tapi bentuknya option.
Maka pencatatan dipembukuan pada kolom equity. Begitulah sistem akuntansi harus mencatatnya. Anda beli saham GoTo? Nilainya turun? Anda tentu rugi. Tapi juragan GoTo mungkin rugi lebih besar. Nilai perusahaan itu di awal IPO mencapai sekitar Rp400 triliun. Kini tinggal Rp97 triliun. Ini uang Rp97 triliun yang menuliskannya pakai kata ”tinggal”. Maka jangan gundah. Anda bisa tetap tersenyum dengan humor ini: ketika Anda beli jeruk di pinggir jalan 5 kg dan ternyata masam, si penjual masih bisa menghibur Anda. “Anda hanya beli 5 kg. Kami ini lho beli 1 ton masam semua”. (Dahlan Iskan)