indoposnews.co.id – SEPERTI apakah organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di masa mendatang? Apakah seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tidak bergigi –pun di mata anggotanya sendiri? Tugas utama organisasi profesi, menjaga dan menegakkan kode etik. IDI, menegakkan kode etik dokter. PWI, bertugas menegakkan kode etik jurnalistik. Tapi, PWI tidak mudah melaksanakan tugas itu. Menjadi wartawan tidak perlu rekomendasi PWI.
Menerbitkan media tidak perlu izin siapa-siapa. Apalagi di zaman medsos ini. Semua orang bisa menjadi wartawan. Siapa saja bisa punya media. Maka organisasi PWI praktis lumpuh. Namun, tidak sedikit berambisi menjadi ketua PWI. Seolah PWI itu sangat penting. Tapi PWI sudah bukan apa-apa lagi. IDI tidak seperti PWI. Untuk menjadi dokter harus benar-benar tahu apa yang dikerjakan sebagai dokter. Pendidikan dokter pun sangat panjang.
Pendidikan dokter sudah sangat cukup membekali dokter untuk mengerjakan pekerjaan dokter. Di wartawan tidak. Tanpa pendidikan wartawan bisa jadi wartawan. Dalam hal pendidikan berkenaan dengan pekerjaannya, profesi wartawan paling parah. Apakah ke depan IDI akan pecah seperti organisasi wartawan?Sampai hari ini IDI masih paling solid. Mungkin karena selama ini IDI dijamin UU Kesehatan. Tapi dengan pengesahan UU Kesehatan anyar, nama IDI tidak tercantum lagi.
Baca juga: Jenderal Rambut Putih
Senjata untuk mengharuskan semua dokter menjadi anggota IDI juga tidak ada lagi. Organisasi profesi seperti PWI punya program banyak. Terutama berhubungan dengan peningkatan mutu wartawan. Di IDI pekerjaan seperti itu tidak ada. Dokter sudah dibekali pendidikan cukup. Kalau mau meningkat masih ada pendidikan spesialis. Di PWI malah ada pekerjaan tambahan: meningkatkan kesejahteraan wartawan. Sampai ada wakil ketua bidang kesejahteraan.
Sampai mengurus fasilitas perumahan wartawan. Rasanya hanya PWI organisasi profesi mengurus kesejahteraan anggotanya. Seolah profesinya tidak bisa membuat sejahtera. Ke depan IDI mestinya tetap penting. Kepada siapa masyarakat mengadukan dokter yang melanggar kode etik. Ataukah langsung ke pemerintah. Lalu pemerintah sendiri akan menindak. Pemerintah yang mengeluarkan izin praktik, pemerintah yang mengawasi. Soal dokter kode etik, dan peraturan berimpitan.
Seorang dokter melanggar pasal tertentu dalam kode etik bisa jadi juga melanggar pasal tertentu dari sebuah peraturan negara. Dalam praktik sehari-hari organisasi profesi sangat sulit menindak anggotanya. Pemerintah lebih mudah menindak pegawainya. Ada contoh baik: Organisasi profesi pengacara kini sudah terbiasa tidak lagi satu. Profesi paling banyak organisasinya adalah pengacara. Tapi organisasi pengacara masih punya gigi:
Baca juga: Mobil Listrik Madura
Calon pengacara harus ikut ujian di masing-masing organisasi. Tanpa itu ia tidak bisa dapat izin beracara di pengadilan. Banyaknya organisasi di profesi pengacara sudah dianggap biasa. Pengacara sudah move on menghadapi kenyataan hidup baru. Setelah IDI tidak disebut lagi di UU Kesehatan baru, rasanya tinggal satu masih hebat: notaris. Organisasi notaris tetap satu: Ikatan Notaris Indonesia (INI). Nama INI ada dalam UU Jabatan Notaris.
Izin notaris tidak akan keluar kalau tidak punya nomor keanggotaan di INI. Bahkan ikut ujian kode etik pun tidak bisa. Rasanya pemerintah masih perlu IDI seperti juga perlu INI. Dengan adanya IDI tugas pemerintah lebih ringan. Maka masih banyak peluang untuk membuat IDI bertaji. Yakni lewat peraturan-peraturan pelaksanaan UU Kesehatan yang baru. IDI jangan sampai seperti PWI. (Dahlan Iskan)