indoposnews.co.id – Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) terus menyuarakan hak kewarganegaraan keturunan campuran. Anak-anak dengan kewarganegaraan ganda, lahir dari perkawinan campuran. Atau anak-anak lahir dari pasangan WNI-WNI di negara menganut prinsip ius soli macam Amerika Serikat (AS).
Berdasar Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, anak itu bisa memiliki kewarganegaraan Indonesia, dan kewarganegaraan lain. Namun, hak tersebut dibatasi. Ketika berusia 18 tahun, anak harus memilih menjadi WNI atau Warga negara asing (WNA), dan diberi waktu tiga tahun untuk menyampaikan keputusan sangat berat itu.
Selain itu, sebelum mencapai usia 18 tahun, anak-anak harus didaftarkan sebagai anak berkewarganegaraan ganda terbatas di kantor Imigrasi atau Perwakilan RI. Konsekuensi bagi anak hasil perkawinan campuran tidak terdaftar atau terlambat memilih kewarganegaraan cukup berat. Sesuai ketentuan UU, anak tersebut akan terancam kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Nah, dengan seluruh permasalahan dari kondisi itu, tentu tidak sesuai semangat perlindungan, dan kepastian hukum.
Baca juga: Pemerintah Pertimbangkan Akomodir Status Kewarganegaraan Ganda, Simak Ini Respons APAB
Dr Baroto, Direktur Tata Negara, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, mengatakan salah satu bentuk komitmen negara untuk memberi perlindungan, dan kepastian hukum terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia (PP Nomor 21 Tahun 2022).
Kepada anak-anak itu, peraturan ini memberi kemudahan persyaratan, dan perpanjangan waktu untuk mengajukan permohonan menjadi WNI. Itu terobosan dalam memecahkan masalah tersebut. Namun, kesempatan itu memiliki batas waktu: permohonan harus diajukan sebelum 31 Mei 2024. Mengingat pemahaman terhadap PP itu belum begitu menyeluruh, dan berdasar laporan dari anggota dan keluarga perkawinan campur, APAB merasa sisa waktu tinggal satu tahun mungkin tidak cukup. ”PP juga tidak mengakomodir anak hasil perkawinan campuran sudah mencapai usia 18 tahun sebelum UU 12/2006 diundangkan, dan akibatnya tidak pernah diberi kesempatan untuk menjadi WNI,” tutur Baroto, dalam seminar bertajuk “Kupas Tuntas Kewarganegaraan, Keimigrasian, dan Pencatatan bagi Anak dari Keluarga Perkawinan Campuran: Memahami PP Nomor 21 Tahun 2022 dan Permenkumham No. 10 Tahun 2023” di Hotel Century Park Senayan, Jakarta, Kamis, 15 Juni 2023.
Baroto mengakui, UU 12/2006 sudah berlaku 17 tahun. Namun, masih ada kemungkinan untuk perubahan. Itu sejalan dengan dinamika permasalahan kewarganegaraan, Pemerintah selalu berupaya mencari solusi, menguatkan peran untuk mewujudkan perlindungan, dan kepastian bagi masyarakat. ”Harapannya masyarakat, pemerhati kewarganegaraan bisa lebih peduli, berkontribusi, sehingga bisa terwujud sistem kewarganegaraan yang ideal, dan mensejahterakan,” tegasnya.
Baca juga: Masuk Prolegnas, APAB Dorong UU Kewarganegaraan Ganda Menjadi Prioritas DPR
Pramella Yunidar Pasaribu Direktur Izin Tinggal Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, memaparkan syarat-syarat, dan cara mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda dalam Peraturan Menteri Permenkumham No. 10 Tahun 2023. Pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda, salah satu persyaratan untuk menyampaikan pernyataan pemilihan kewarganegaraan pada usia 18-21 tahun.
Bagi yang terlambat memilih, dan ingin mengajukan permohonan menjadi WNI sesuai PP 21/2022, ada beberapa persyaratan keimigrasian harus terpenuhi. Persoalan izin tinggal lain juga dirasakan APAB perlu dipikirkan solusi oleh Ditjen Imigrasi termasuk masalah penjamin. Berbeda dengan beberapa negara lain, Indonesia tetap mewajibkan semua pasangan WNA dalam perkawinan campuran untuk diawasi oleh seorang penjamin, bahkan yang telah menikah lebih dari 10 tahun.
Pencatatan sipil sangat krusial bagi seluruh penduduk Indonesia, termasuk WNA. Pasalnya, urusan adminduk bukan pelayanan dasar, tetapi menjadi dasar dalam semua pelayanan. Ada beberapa titik temu antara Dukcapil, dan pelaksanaan PP No. 21 tahun 2022, termasuk persoalan sekitar pencatatan anak berkewarganegaraan ganda pada saat memilih kewarganegaraan maupun bagi yang tidak memilih. ”Saya ingin katakan acara ini sangat bagus, dan bermanfaat sekali, terutama untuk memenuhi hak setiap anak akan dokumen kependudukan anak perkawinan campuran,” tegas Dr. Handayani Ningrum Direktur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga: Peluang Emas, Anak Hasil Perkawinan Campuran Bisa Menjadi WNI
Setidaknya akan menjawab sebagian permasalahan dihadapi keluarga perkawinan campuran ketika menemukan kendala dalam mengajukan aplikasi. ”Pada Dukcapil, kami menekankan pada setiap staf jangan sampai masyarakat tidak mendapat solusi atas masalah. Selalu ada jawaban untuk setiap persoalan,” tegasnya.
Nia Schumacher, Ketua APAB mengaku selama ini, tidak sedikit masalah dihadapi keluarga perkawinan campuran dari tidak adanya hubungan jelas antara pelaksanaan di lapangan. ”Dengan tetap berlakunya politik kewarganegaraan tunggal untuk dewasa, Indonesia akan terus kehilangan potensi besar sebenarnya dapat dimanfaatkan jika mengizinkan Kewarganegaraan ganda untuk keluarga perkawinan campuran. Masalah anak, dan keluarga itu, tetap tidak akan terselesaikan secara tuntas,” ucap Nia.
Kewarganegaraan ganda adalah mendapat kewarganegaraan lain, tanpa harus kehilangan kewarganegaraan asalnya. Itu didasari hak keluarga perkawinan campuran tidak sepenuhnya terpenuhi. Antara lain hak bekerja untuk pasangan WNA, karena masih disamakan dengan WNA murni terkait UU No. 13 tahun 2003, masalah pewarisan terhadap keturunan atas hak milik WNI, dan tentu hak anak dipaksa untuk memilih. Oleh karena itu, APAB mengajak anggota keluarga perkawinan campuran memperjuangkan kewarganegaraan ganda, bersama-sama melobi DPR, dan Pemerintah. Menyadari perjuangan menguba UU Kewarganegaraan butuh waktu panjang, APAB berkomitmen membantu para anggota mencarikan solusi.
Baca juga: Imigrasi Pastikan Kru Balap Mobil Listrik Formula E Patuhi Peraturan
Smenetara itu, Profesor Andi Faisal Bakti, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) setuju Indonesia sudah saatnya mempertimbangkan kewarganegaraan ganda untuk keluarga perkawinan campuran. Terlebih jika melihat tren global, terutama negara-negara maju sudah mengadopsi kewarganegaraan ganda bahkan lebih. Andi mengusulkan integrasi tiga Ditjen dalam pengurusan dokumen. “Satu pintu, buat janji, lebih mudah, dan urusan bisa cepat selesai, seperti negara Belanda,” ujarnya.
Patut dipertimbangkan keluhan peserta. Di mana, anak-anak lahir di negara ius soli macam Amerika tentang salah satu syarat pewarganegaraan yaitu surat pelepasan kewarganegaraan asing ditandatangani pejabat berwenang di atas materai. Namun, di kedutaan yang dimaksud tidak mengeluarkan surat tersebut. Tetapi ada kewajiban membayar USD2.350 setara Rp35 juta, kalau ingin melepas kewarganegaraan AS. Biaya besar itu, sangat memberatkan, terlebih jika punya lebih dari 1 anak ingin melakukan proses pewarganegaraan RI. Mereka mempertanyakan apakah mungkin ada, mengingat dalam PP disebutkan ada asas perlindungan, negara hadir, Pemerintah Indonesia bisa membuat kesepakatan dengan negara Amerika (asing lainnya) tentang persyaratan biaya ini. (abg)