Indoposonline.NET – PAM Mineral (NICL) menilai peluang bisnis nikel cukup menjanjikan. Itu menyusul permintaan bijih nikel pasar domestik sangat tinggi. Itu didukung kebijakan pemerintah mengembangkan industri, dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia.
Holding BUMN Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) bekerja sama dengan produsen mobil listrik dunia yaitu LG Chem (Korea), dan CATL (China). Jadi, peluang pertambangan nikel berkadar rendah cukup prospektif seiring kebutuhan baterai untuk bahan bakar kendaraan listrik (electric vehicle/EV). ”Nikel berkadar rendah banyak dibutuhkan untuk kebutuhan campuran dengan jenis logam cobalt sebagai bahan baku baterai,” tutur Direktur Utama PT PAM Mineral Ruddy Tjanaka, Jumat (16/7).
Baca juga: Melesat 0,42 Persen, IHSG Parkir Zona Hijau
Sementara permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga terus mengalami peningkatan, terutama karena industri pengolahan atau smelter. ”Permintaan nikel berkadar tinggi juga cukup stabil, dan permintaan pasar nikel berkadar rendah kembali meningkat,” imbuhnya.
Industri baterai nasional seiring pertumbuhan smelter dengan teknologi hydrometalurgi akan meningkatkan kinerja PAM Mineral. Itu menyusul penyerapan nikel kadar rendah produksi perseroan. Stabilitas industri smelter, menjadi peluang bagi industri bijih nikel. Karena itu, permintaan bijih nikel berkadar tinggi akan meningkat. Apalagi ekspansi smelter, terutama daerah-daerah dekat tambang PAM Mineral. ”Ke depan kebutuhan ore nikel bisa melebihi 7-8 juta ton per bulan,” beber Ruddy.
Baca juga: GoTo, J&T Express, dan Traveloka Antre IPO Susul Bukalapak
Eksplorasi terus dilakukan, PAM Mineral yakin memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel. Nah, dari jumlah itu, tidak semua memiliki kadar tinggi. Ada bijih nikel berkadar rendah. Saat ini, perusahaan telah menjual bijih nikel berkadar rendah ke smelter. ”Kami akan menambah cadangan melalui akuisisi atau tambang baru dalam jangka menengah dan panjang,” ucap Ruddy.
Untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) 1,8 juta ton bijih nikel. Saat ini, jumlah pasokan nikel terbatas. Sementara permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik. Market share kendaraan listrik diproyeksi meningkat dari 2,5 persen pada 2019 menjadi 10 persen pada 2025, 28 persen pada 2030, dan 58 persen pada 2040.
Baca juga: Jeda Siang, IHSG Terbang 13,46 Poin jadi 6.060
Pada 2019, konsumsi nikel bahan baku baterai mencapai 7 persen dari total konsumsi global. Pada 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan. Sekadar informasi, pabrik baterai mobil listrik milik PT Industri Baterai Indonesia dengan Konsorsium LG, dan CATL untuk mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama akhir Juli 2021. Selanjutnya, pabrik baterai diharap beroperasi pada 2023. (abg)