indoposonline.NET – Pandemi Covid-19 tidak hanya menjadi persoalan kesehatan tetapi juga ekonomi. DPR mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya agar target konsolidasi fiskal pada 2023 dapat terealisasi di tengah ketidakpastian akibat pandemi.
“DPR akan terus mendorong melalui fungsi konstitusionalnya agar pengelolaan fiskal Pemerintah dapat dikelola secara prudent dan sustainable, serta melakukan berbagai upaya dalam mencapai konsolidasi fiskal yang optimal pada 2023,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani dalam pidato Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang Kelima Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (15/7).
Konsolidasi fiskal yang ditargetkan terwujud pada 2023 merupakan langkah yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan countercyclical dan pengendalian risiko dalam pengelolaan perekonomian nasional.
Salah satu gambaran konsolidasi fiskal yang harus dilakukan pada 2023 adalah mengembalikan defisit anggaran ke angka maksimal 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Upaya konsolidasi fiskal mencakup langkah yang diperlukan untuk menambah penerimaan negara serta penataan ulang belanja dan pembiayaan.
Penanganan pandemi Covid-19 telah memberikan perluasan ruang fiskal bagi pemerintah melalui Perpres Nomor 54 Tahun 2020 dan Perpres Nomor 74 Tahun 2020, berupa pelebaran defisit anggaran seiring kebutuhan beragam program stimulus fiskal.
Pada masa sidang kelima 2020-2021, lanjut Puan, DPR melalui Alat Kelengkapan Dewan telah selesai membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022.
“KEM PPKF 2022 disusun di tengah situasi ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Oleh karena itu diperlukan berbagai antisipasi fiskal pada APBN Tahun Anggaran 2022,” ujar mantan Menko PMK ini dalam pidatonya.
Bersama pemerintah, DPR telah telah menyepakati perkiraan pertumbuhan ekonomi pada 2022 di kisaran 5,2-5,8 persen. Telah disepakati pula postur RAPBN 2022 adalah sebagai berikut:
– Pendapatan negara berada pada kisaran 10,18-10,44 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB);
– Belanja negara pada rentang 14,69-15,30 persen terhadap PDB, dan;
– Defisit pada 2022 diharapkan berada di kisaran 4,51-4,85 persen terhadap PDB.
Puan mengatakan, target pertumbuhan ekonomi dan RAPBN 2022 itu membutuhkan prakondisi yang harus dijalankan oleh pemerintah melalui penanganan pandemi Covid-19 di bidang kesehatan yang semakin efektif. Jangkauan perlindungan sosial pun harus dipastikan tepat sasaran.
Selain itu, lanjut Puan, dibutuhkan juga beragam upaya pemulihan ekonomi dan reformasi struktural yang dapat mempertahankan perekonomian nasional, serta tetap memperhatikan risiko ketidakpastian yang masih membayangi kinerja perekonomian nasional ke depan.
“Dari laporan realisasi semester 1, kinerja APBN 2021 lebih baik dari APBN 2020. Pada semester 1 tahun 2021, aktivitas masyarakat mulai bergerak, ekonomi juga mulai bertumbuh walaupun tantangannya adalah Implementasi prokes di lapangan dan percepatan vaksin,” ujar Puan.
Meski demikian, tantangan perekonomian nasional belumlah reda di semester 2 tahun 2021, terutama karena lonjakan kasus Covid-19 yang masih terjadi hingga hari ini.
“Pengelolaan defisit yang masih dalam batas Undang Undang APBN 2021 perlu diantisipasi agar tambahan belanja untuk penanganan dalam perkembangan pandemi Covid-19 akhir-akhir ini tidak memperlebar defisit, sehingga prioritasnya adalah refocusing belanja pemerintah,” tegas Puan.
Karena itu, lanjut Puan, kebijakan fiskal dalam menjalankan APBN 2021 harus dapat mengantisipasi penanganan pandemi dan dampaknya melalui penguatan pelayanan kesehatan, perluasan dan penguatan perlindungan sosial, serta menjaga, melindungi, dan mempertahankan UMKM dan Usaha Mikro agar dapat menjalankan usahanya.
Masih terkait pandemi Covid-19 dan tantangan perekonomian ke depan, DPR melalui beragam alat kelengkapannya pun terus menjalankan fungsi pengawasan atas beragam persoalan yang mencuat di masyarakat. Di antara sejumlah isu itu adalah:
– Percepatan vaksinasi;
– Penanganan pasien Covid-19 baik di Rumah Sakit maupun di Wisma Atlet;
– Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan dampaknya bagi perekonomian;
– Penimbunan Oksigen dan harga Obat Covid yang terlalu tinggi di beberapa wilayah;
– Kebutuhan Rumah Sakit dan Tenaga Medis; dan
– Persiapan Indonesia mengikuti Olimpiade Tokyo 2020.
Di tengah lonjakan kasus Covid-19, DPR mengajak semua komponen dan anak bangsa untuk bergotong royong dalam menangani pandemi Covid-19; mengambil bagian serta tanggung jawab bersama untuk menjalankan protokol kesehatan untuk kepentingan bersama.
“DPR mengapresiasi seluruh pihak yang tidak kenal lelah menangani pandemi Covid-19, khususnya seluruh tenaga kesehatan dan aparat negara yang berada di lapangan, berjuang di garda terdepan selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia,” ujar Puan.
DPR juga menyatakan dukungan terhadap kebijakan pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali yang kemudian diperluas ke beberapa daerah sejak 12 Juli 2021. Namun, DPR juga meminta pemerintah untuk segera melakukan pula upaya antisipasi dan mitigasi lonjakan kasus Covid-19 di luar wilayah Jawa dan Bali. (mid)