indoposnews.co.id – Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama mitra kaum muda melakukan serangkaian kampanye #BystanderTukRuangAman. Langkah ini dilakukan sebagai upaya mengurangi Kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Studi terbaru dari Plan International menunjukkan bahwa kekerasan dan pelecehan berbasis gender kian mengancam semenjak pandemik COVID-19 terjadi.
“Dalam riset Future Online, kami menemukan bahwa bystander atau saksi yang menyaksikan kekerasan tersebut berlangsung, dapat berperan efektif dalam memutus rantai kekerasan di ranah digital,” ujar Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia melalui keterangan resminya di jakarta, Kamis (22/4).
Baca juga : Setahun, Kekerasan Anak di Sukabumi Tembus 121 Kasus
Berdasarkan studi, KBGO masih sering terjadi karena empat faktor, yaitu penggunaan internet dan media sosial semakin meningkat di masa pandemik COVID-19, kurangnya dukungan dari para idola kaum muda di media sosial, masih banyak platform media sosial yang belum terlalu efektif digunakan dalam menangani kasus KBGO dengan baik, dan penerapan nilai budaya yang salah.
“Sehingga dalam kampanye #BystanderTukRuangAman yang diluncurkan Plan Indonesia sejak Maret 2022, kami berupaya meningkatkan pemahaman dan kapasitas kaum muda serta influencers untuk menjadi bystander yang aktif di ranah daring,” paparnya.
Dedy Permadi, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, mengungkapkan bahwa studi Digital Civility Index oleh Microsoft pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia tergolong dengan risiko pelecehan seksual daring yang cukup tinggi, yaitu 42%.
“KBGO merupakan isu penting yang harus ditangani di Indonesia yang memiliki pengguna internet sebesar 204,7 juta orang. Kita harus menjaga ruang digital kita aman, sehat, dan produktif yang memerlukan kolaborasi lintas pihak,” ujar Dedy.
Wujudkan Ruang Digital Aman
Berangkat dari berbagai permasalahan ini, kaum muda serta berbagai pembicara yang juga hadir dalam dialog nasional ini juga menyuarakan berbagai rekomendasi serta praktik-praktik baik yang perlu dilakukan untuk menghapuskan KBGO. Beberapa diantaranya mencakup pentingnya pemerintah dalam mendorong adanya pendidikan literasi dan keamanan digital, implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang serius, dan kerja sama dari perusahaan media sosial dengan berbagai pihak terutama kaum muda.
Kalis Mardiasih, Penulis dan Fasilitator Gender, mengatakan, jumlah kasus KBGO sesungguhnya sangat tinggi. Aduan-aduan yang masuk sudah sangat banyak seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat. Namun, sayangnya, aduan-aduan ini masih kejar-kejaran dengan proses pendampingan kasus dan perlindungan korbannya.
“Masalah lainnya terkait KBGO adalah ketika kita menjadi bystander aktif dan sedang memberikan dukungan, kita justru kerap menjadi korban KBGO berikutnya. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi juga bagi bystander aktif tentang hal ini. Sehingga, penting untuk memitigasi dan memastikan pengguna media sosial siap untuk menghadapi tantangan sebagai bystander aktif,” tutur Kalis. (ash)