indoposnews.co.id – SEMUA pembalap sudah tiba di Danau Toba: hari ini kejuaraan dunia F1 H2O dimulai. Nanti sore. Agenda: latihan bebas. Para pembalap dibolehkan mencoba arena: memacu powerboat di perairan Danau Toba. Agenda besok sore lebih menarik: kualifikasi. Memperebutkan pole position: siapa yang berada di garis paling depan untuk start balapan lusa sore. Tanggal 26 Februari 2023 itulah balap yang sebenarnya. Presiden Jokowi dijadwalkan ikut menyaksikan.
Sejauh ini tidak ada hujan sore-sore di Toba. Siang cenderung panas. Sore sejuk. Malam baru hujan. Begitulah cuaca seminggu terakhir di Toba, seperti dilaporkan sahabat Disway di sana: Eko Pardede. Boleh dikata semua persiapan sudah beres. Malam hari disediakan panggung rakyat: penyanyi top Judika tampil bersama penyanyi kebanggaan Tanah Batak lainnya. Ada Viky Sianipar dan Bagindas. Sayangnya penyanyi rakyat Batak lainnya, yang juga pujaan saya, tidak ditampilkan: Juslina Simamora.
Inilah even terbesar di Toba dalam sejarah Toba. Inilah even yang mengubah perjalanan Toba selanjutnya. Para pembalap tinggal di hotel yang terpisah. Balige kini sudah punya hotel bagus-bagus. Tidak lagi hanya ada hotel bagus di Parapat. Dulu ke Toba itu ke Parapat. Itulah sisi Toba yang paling dekat dari Medan. Zaman itu Balige masih kurang menarik. Sepi. Jauh. Maka ketika BUMN membangun hotel di Toba, lokasinya di Parapat: Hotel Parapat. Lalu belakangan muncul hotel baru: Hotel Niagara.
Baca juga: Danau Toba F1
Parapat jauh dari Balige. Letak Parapat di Toba sisi timur laut. Balige di Toba sisi Selatan. Jarak dari Parapat ke Balige masih sekitar 60 km. Dulu, ujar sahabat Disway, jarak Parapat-Balige bisa ditempuh satu jam. Sekarang tidak mungkin lagi. Jalan raya sudah kian padat. Paling cepat 90 menit. “Kalau Natal jalur ini macet sekali. Demikian juga di puncak acara kejuaraan dunia powerboat nanti,” ujar Eko. “Saya kira pak Polisi pusing sekarang. Banyak tamu VIP tinggal di Parapat. Bagaimana bisa ke Balige dengan lancar,” tambahnya.
Dari Parapat ke Balige ini harus melewati simpang yang sangat padat: simpang Laguboti, simpang Silimbat, dan simpang Porsea. Semuanya padat lalu-lintas. Di Balige sendiri kini sudah ada hotel Labersa. Sembilan lantai. Bintang 4. Pemiliknya: HW Hutahaean, pengusaha sawit yang sangat besar di Riau. Ada lagi Hotel Serenauli. Pemiliknya: Duma Hutapea, saudari pengacara terkenal Hotman Paris Hutapea. Tentu Anda juga sudah tahu: ada Hotel Ompu Herti, milik Jenderal T.B. Silalahi.
Belakangan Balige tumbuh lebih cepat dari Parapat. Juga kian tertata. Daya tarik Toba tampaknya segera bergeser dari Parapat ke Balige. Antara lain karena Balige kini punya bandara sendiri: Bandara Silangit. Hotel baru di Balige itu sedikit agak di luar kota. Di Jalan masuk Balige dari arah Parapat/Medan. Boleh dikata kota Balige berkembang ke arah Labersa. “Awalnya hanya saya sendiri yang membangun di sini. Seperti di tengah sawah. Sekarang sudah ramai. Ada hotel bintang 4 di seberang kami,” ujar Eko.
Baca juga: Adhi Karya Akselerasi Arena Kejuaraan Dunia Perahu Super Cepat, Danau Toba
Eko bikin 9 ruko dua lantai di kota baru itu. Lantai bawah untuk Batikta. Lantai atasnya juga dijadikan satu: untuk kopi Hutanta. Setelah acara besar powerboat selesai lantai atas untuk menjajakan bolu gulung Boan. Eko perintis batik Batak. Batikta adalah Batik Kita. Bisa juga disebut Batik Bercerita. Ia memindahkan pola ulos ke batik. Tujuannya: agar motif ulos bisa meluas menjadi pakaian sehari-hari. “Kita tidak bisa memakai ulos sembarangan. Tiap jenis ulos hanya bisa dipakai untuk tujuan dan acara tertentu,” kata Eko.
Jenis ulos itu ratusan. Ada ulos khusus untuk acara kematian. Acara perkawinan. Bahkan ada ulos khusus bila seorang tulang memberi hadiah kepada pengantin laki-laki. Lalu ada ulos lain lagi bila sang tulang memberi hadiah untuk pengantin perempuan. Kini Eko memproduksi Batikta berbagai corak. Ada batik dari satu jenis ulos. Batik lain dari ulos yang lain. Lalu pembeli batik akan mendapat sertifikat. Di situlah diceritakan: batik yang anda beli tadi dari motif ulos yang mana. Apa maknanya.
Apa kegunaannya. Anda dapat batik dan dapat cerita di baliknya. “Awalnya kami ditentang. Ulos kok dibuat batik. Lalu terjadi pro-kontra. Sekarang sudah bisa diterima,” ujar Eko. Kalau ulos yang dikalungkan di acara penyambutan pembalap itu jenis apa? “Itu bukan ulos. Tidak ada ulos khusus untuk menyambut pembalap,” ujarnya. Maka balap F1 H2O Powerboat menemukan arena baru seperti Toba. Lapangan Sisimangaraja Balige jadi pusatnya. Tribun VIP dibangun di sini.
Baca juga: Geothermal Kuno
Kota Balige punya salah satu jalan sangat istimewa: Jalan Pemandian Lumban Silintong. Panjangnya 4 km. Jalan itu menyusuri pinggir danau Toba sisi selatan. Sejak dari ujung Sibolga sampai Bukit Pahoda. Dulu semua penduduk desa Lumban Silontong mandi di danau. Karena itu disebut Jalan Pemandian. Antara jalan raya ini dan danau itu masih ada sedikit tanah datar. Lebarnya hanya beberapa meter. Di situ banyak berdiri cafe. Banyak tanah kosong. Atau tanah dipakai menumpuk kapal-kapal kayu tua rusak.
Tanah-tanah kosong itu kini dijadikan tribun untuk umum. Itulah tribun-tribun perorangan. Menghadap danau. Total ada enam tribun jenis ini. Pemilik tanah yang bekerja sama dengan EO yang mampu menyewa tribun knock down. Lalu berbagi dari hasil jualan tiket F1 H2O. Toba pun kini masuk peta balap air di dunia. Ketika gunung Toba meletus, abunya sampai ke Eropa. Kini pembalap Eropa datang ke Toba: mengembalikan abu itu dalam bentuk wisata.(Dahlan Iskan)