indoposnews.co.id – Wall Street melemah pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena aksi jual berlanjut di tengah meningkatnya ketegangan Rusia-Ukraina dan kekhawatiran atas kenaikan suku bunga agresif oleh Federal Reserve AS setelah angka inflasi kian memanas.
Indeks Dow Jones Industrial Average terperosok 171,89 poin atau 0,49 persen, menjadi menetap di 34.566,17 poin. Indeks S&P 500 turun 16,97 poin atau 0,38 persen, menjadi berakhir di 4.401,67 poin. Indeks Komposit Nasdaq terkikis 0,23 poin atau 0,0017 persen, menjadi ditutup di 13.790,92 poin.
Sembilan dari 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah, dengan sektor energi merosot 2,2 persen, memimpin kerugian. Sektor konsumer nonprimer dan komunikasi masing-masing terdongkrak 0,58 persen dan 0,32 persen, hanya dua kelompok yang naik.
Indeks S&P 500 ditutup sedikit lebih rendah, sebagian besar pulih dari aksi jual tajam, karena rencana AS untuk menutup kedutaannya di Kyiv di Ukraina membuat ketegangan geopolitik mendidih.
Pada bel penutupan, indeks Dow Jones Industrial Average bergabung dengan S&P 500 di wilayah negatif, sedangkan Indeks Komposit Nasdaq berakhir hampir tidak berubah.
Ketiga indeks saham utama AS turun tajam setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan relokasi operasi diplomatik AS ke Ukraina barat, sebagai tanda kemungkinan invasi Rusia yang akan segera terjadi.
Menambah ketidakpastian, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan Rabu (16/2/2022) akan menjadi hari serangan. Pejabat Ukraina kemudian mengatakan Zelenskiy tidak memprediksi serangan pada hari itu tetapi menanggapi dengan skeptis terhadap laporan media asing.
Kekhawatiran yang sedang berlangsung atas kebijakan agresif dari Federal Reserve juga telah berkontribusi pada volatilitas pasar baru-baru ini.
“Ada banyak arus silang, banyak potensi negatif di pasar,” kata Paul Nolte, manajer portofolio di Kingsview Asset Management di Chicago.
Menteri luar negeri Prancis mengatakan semuanya sudah siap untuk serangan Rusia dan Eropa siap menjatuhkan sanksi besar-besaran jika itu terjadi.
Baca Juga : BTN Siapkan Suku Bunga Rendah dan Terjangkau, Ini Alasannya
Kecemasan geopolitik telah membara dalam beberapa pekan terakhir ketika para perunding bergegas untuk menemukan jalur diplomatik ke depan, ketika Rusia mengumpulkan pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina.
Namun, kejatuhan pasar akibat gejolak geopolitik cenderung cepat berlalu, menurut data historis.
“Sejarah sebenarnya memberi tahu investor bahwa serangan militer dan teroris cenderung memiliki guncangan berumur pendek karena tidak mengakibatkan resesi global,” kata Sam Stovall, kepala strategi investasi CFRA Research di New York.
Menambah ketidakpastian adalah komentar yang semakin hawkish dari Presiden Federal Reserve St. Louis James Bullard. Dia mengulangi seruannya untuk garis waktu kenaikan suku bunga yang lebih cepat dan mengatakan “kredibilitas bank sentral dipertaruhkan” dalam pertempurannya melawan kenaikan harga.
Data terbaru menunjukkan inflasi AS pada level terpanas dalam beberapa dekade, meningkatkan kekhawatiran bahwa Fed dapat mulai menaikkan suku bunga utama lebih agresif daripada yang diantisipasi banyak orang.
“Pasar sedang ditumbangkan oleh pukulan kombinasi, dengan komentar Bullard serta peningkatan retorika tentang invasi Rusia yang akan segera terjadi,” tambah Stovall.
Musim laporan keuangan perusahaan kuartal keempat mendekati bagian akhir, dengan 358 perusahaan di S&P 500 telah melaporkan. Dari jumlah tersebut, 78 persen telah mengalahkan perkiraan konsensus, menurut data Refinitiv. (abg)