indoposonline.net – Kerusuhan Myanmar pascakudeta militer lambat laun berubah menjadi perang sipil. Situasi Myanmar mirip dengan awal mula perang sipil Suriah.
“Saya khawatir situasi Myanmar menjadi arena konflik besar-besaran. Negara tidak boleh membiarkan kesalahan masa lalu seperti Suriah,” tutur Komisaris Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, di Jenewa, Selasa (13/4).
Baca juga: Dakwaan Berlapis-lapis, Karier Politik Suu Kyi Bisa Tamat
Ia mendesak militer Myanmar menghentikan pembantaian warga sipil, terutama pendemo antijunta. Tercatat lebih dari 710 orang tewas akibat bentrok antara aparat dan demonstran sejak kudeta berlangsung 1 Februari lalu.
Bachelet mencatat lebih dari 3.080 orang ditahan. Junta militer telah memvonis 23 orang dengan hukuman mati melalui persidangan berlangsung diam-diam. Meski aparat keamanan semakin brutal menindak pendemo antijunta, pemberontak sipil terus bergema.
Baca juga: Eskalasi Meningkat, Junta Militer Tewaskan 13 Pendemo Antikudeta
Tidak hanya warga sipil, sepuluh kelompok milisi etnis terbesar Myanmar mendeklarasikan dukungan kepada rakyat melawan junta militer. Pemimpin kelompok Dewan Restorasi Negara Bagian Shan, Yawd Serk, mendeklarasikan dukungan itu dalam pertemuan virtual milisi Myanmar pada awal April lalu.
Bentrok antara kelompok milisi etnis dan aparat keamanan juga pecah di pelosok Myanmar. Junta militer menggempur sejumlah desa di bawah kendali milisi etnis akhir Maret lalu. Anak-anak dilaporkan tewas dalam serangan udara militer Myanmar tersebut. (abg)