indoposnews.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) kembali menggelar sidang lanjutan skandal Bank Mayapada (MAYA). Sidang kali ini, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Hadir Prof Nindyo, sebagai saksi ahli perdata/perbankan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu, menyebut Ted Sioeng tidak bisa dipidana. Itu mengacu pada putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat (Jakpus). Tersebab, kepailitan masuk dalam asas hukum yang menyatakan peraturan khusus menggantikan peraturan umum atau disebut lex specialis.
Kalau merujuk Undang-Undang Kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), ada salah satu pasal bisa merujuk kalau tidak salah Pasal 29 dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
Baca juga: Ekspansi, Pemilik Mayapada Hospital Tawarkan Surat Utang Rp1,89 Triliun
”Pada pasal itu, tegas dinyatakan kalau sudah perkara kepailitan dan debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, maka perkara-perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang berkaitan dengan peradilan yang sedang berlangsung menjadi gugur. Karena kepailitan adalah lex specialis,” urai Nindyo.
Oleh karena itu, bilang Nindyo, tidak relevan lagi kalau kreditur mempersoalkan adanya perbedaan peruntukan dari pinjaman yang dilakukan oleh nasabah atau debitur padahal utang-utangnya sudah dilunasi. Menurut Nindyo, prinsip dasar bank sebagai kreditur adalah utang atau kreditnya dibayar lunas oleh debitur.
“Tidak relevan lagi menurut saya (kalau sudah terjadi pelunasan utang debitur terhadap kreditur, lalu kreditur menuntut debitur karena perbedaan peruntukan dari dana kredit). Karena kreditur pada dasarnya kalau itu bank, sebenarnya pada dasarnya bank yang penting dalam rangka mengucurkan kredit, itu kredit dibayar lunas,” jelas Nindyo.
Baca juga: Laba Melejit 123 Persen, Pengelola RS Mayapada Tekor Rp515 Miliar
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir juga menyampaikan hal serupa. Dia menegaskan Ted Sioeng tidak bisa dipidanakan dengan tuduhan penggelapan, dan penipuan. Sebab kalau benar terjadi proses-proses disebutkan keperdataan sudah berakhir, proses gugatan perdata sudah inkracht, sudah ada putusan. Demikian juga dikatakan kepailitan sudah inkracht, semuanya selesai.
”Itu sesungguhnya proses hukum keperdataan kalau terjadi wanprestasi, ujungnya ada seperti yang ahli terangkan. Jadi, kalau begitu, hubungan keperdataan atau hubungan kontrak peminjaman kredit tersebut sudah terselesaikan berdasarkan putusan-putusan pengadilan yang bersangkutan, baik itu mengenai kepailitan maupun berhubungan dengan keperdataan,” jawab Mudzakkir.

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Ted Sioeng, Julianto Aziz mengatakan keterangan saksi ahli pada persidangan hari ini menjadi titik terang kalau proses pidana terhadap kliennya salah alamat. ”Jelas sekali para saksi menyampaikan proses penyelesaian perkara berdasar kontrak kerja sama itu penyelesaiannya secara perdata. Jadi, proses pidana terhadap klien kami tidak benar,” tukas Julianto.
Baca juga: Eksekusi Right Issue, Keluarga Sri Tahir Cs Setor Bank Mayapada Rp1,99 Triliun
Ada upaya menggeser kasus ke ranah pidana dipertanyakan Julianto. Menurutnya, berdasar keterangan saksi dari bagian pemasaran dan appraisal menunjukan cacat proses karena tidak adanya verifikasi dokumen, SHM, dan IMB.
“Ini kan perjanjiannya pakai jaminan pribadi (personal guarantee). Prosesnya bagaimana, bagaimana cara direksi memastikan jaminan pribadi tersebut, kenapa pihak bank menentukan nilai appraisal tidak memakai NJOP, kenapa bisa ada orang yang mau pinjam dana besar tapi prosesnya seperti itu saja. Nanti pada persidangan selanjutnya kami akan memberikan buku-bukti berkaitan dengan beberapa nama-nama diduga menyalahgunakan kewenangan sebagai pemilik bank. Kami mau lapor orang-orang Bank Mayapada yang terlibat, karena mereka lalai, dan tidak menjalankan Standard Operating Procedure (SOP),” tegasnya.
Tim kuasa hukum Ted Sioeng tersebut menyayangkan sikap pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak menyertakan fakta perkara PKPU dalam gugatan pidana. “Terkait tuntutan JPU, mereka tidak menyertakan fakta perkara PKPU dalam gugatan mereka, karena kalau itu disertakan sama artinya mereka mengakui gugatan pidana ini sudah gugur dengan adanya putusan PKPU tersebut,” tutup Julianto.
PN Jaksel menjadwalkan sidang lanjutan perkara ini pada Senin, 10 Februari 2025 mendatang. (abg)