Indoposnews.co.id – Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menegaskan peringkat idAAA PT Bank CIMB Niaga (BNGA), dan obligasi masih beredar. Saat bersamaan, Pefindo juga menegaskan peringkat idAAA(sy) sukuk mudharabah berkelanjutan I-2018. Lalu, menegaskan peringkat idAA obligasi subordinasi III-2018, dan obligasi subordinasi I-2019. Obligasi subordinasi yang diajukan itu, diberikan dua peringkat lebih rendah dari peringkat perusahaan. Itu untuk mengakomodasi risiko surat utang tersebut bisa diturunkan nilainya kalau nonviability event terjadi, sebagaimana diatur POJK no. 11/POJK.03/2016.
Kesiapan bank membayar obligasi berkelanjutan II Bank CIMB Niaga Tahap I Tahun 2016 Seri C senilai Rp182,0 miliar, dan sukuk berkelanjutan I Tahap I Tahun 2018 Seri B sejumlah Rp559,0 miliar. Obligasi seri C itu, akan jatuh tempo pada 3 November 2021. Dan, obligasi seri B pada 15 November 2021. Obligasi itu, didukung penempatan pada Bank Indonesia Rp18,4 triliun per 31 Juli 2021. Prospek peringkat perusahaan stabil.
Baca juga: Sarana Menara Akuisisi 90 Persen Saham Solusi Tunas Pratama
Obligor berperingkat idAAA merupakan peringkat tertinggi. Kemampuan obligor memenuhi komitmen keuangan jangka panjang superior. Instrumen pendanaan syariah dengan peringkat idAAA(sy), instrumen dengan peringkat paling tinggi. Kemampuan emiten memenuhi komitmen keuangan jangka panjang superior. Efek utang dengan peringkat idAA memiliki kemampuan sangat kuat. Peringkat itu, mencerminkan dukungan sangat kuat dari CIMB Group, posisi bisnis sangat kuat, dan profil permodalan sangat kuat. Namun, peringkat itu masih dibatasi kualitas aset cukup rendah. Peringkat bisa diturunkan jika kontribusi kepada Grup lebih rendah secara substansial.
Pandemi Covid-19 telah meningkatkan profil risiko industri perbankan secara keseluruhan. Menyebabkan penurunan bisnis substansial seluruh sektor. Mengakibatkan permintaan pinjaman, dan layanan perbankan lain lebih rendah. Perlambatan bisnis juga telah melemahkan kemampuan pembayaran debitur. Meski masalah fundamental kualitas aset dapat diatasi melalui proses restrukturisasi, sebagaimana diatur dalam POJK 48/2020, pelemahan lebih lanjut dapat memberi tekanan pada indikator profitabilitas, dan likuiditas bank.
Baca juga: Meroket 47 Persen, Rugi J Resources Jadi USD4,81 Juta
Secara keseluruhan, dampak Covid-19 ke industri perbankan tergolong dapat dikendalikan. Itu didukung keaktifan mengelola manajemen aset liabilitas. Cadangan likuiditas memadai termasuk tambahan likuiditas dari penurunan tarif giro wajib minimum, dan hanya sedikit tekanan terhadap risiko penarikan dana pihak ketiga. ”Itu mempertimbangkan profil likuiditas kuat didukung porsi dana murah besar, tingkat konsentrasi dana pihak ketiga cukup rendah memitigasi risiko penarikan dana besar, dan di luar perkiraan,” tutur Hanif Pradipta, Analyst Pefindo.
Posisi usaha Bank CIMB Niaga sangat kuat sebagai salah satu bank terdepan Indonesia juga akan meredam paparan terhadap sektor industri terdampak penyebaran Covid-19. Misalnya, perindustrian, jasa usaha, perdagangan, hotel, restoran, dan konstruksi. Untuk mengatasi masalah itu, bank terus menerapkan kebijakan underwriting, pemantauan kredit lebih ketat, membukukan penyisihan kerugian kredit terhadap kredit bermasalah 223,9 persen per Juni 2021. Bank CIMB Niaga, berdiri pada 2008 sebagai hasil penggabungan PT Bank Niaga, dan PT Bank Lippo. Merupakan bank swasta terbesar kedua Indonesia. Pada 30 Juni 2021, CIMB Group, 100 persen dimiliki CIMB Group Holdings Bhd, menguasai 92,5 persen saham Bank CIMB Niaga (termasuk dimiliki PT Commerce Kapital 1,02 persen, sedang sisa 7,5 persen dimiliki masyarakat. (abg)