Indoposonline.net – Pendukung ISIS mulai kehabisan stok pelaku teror. Khususnya ‘pengantin’ pria sebagai martir. Opsi paling realistis dan masuk nalar, menyulap kaum perempuan sebagai eksekutor tindak kekerasan.
Dengan iming-iming angin surga, kaum labil tersebut dikuatkan untuk melakukan tindak antikemanusiaan. Berlabel jihad, tindakan terorisme seakan mendapat stempel agama. Restu ilahi dengan dalil amar ma’ruf nahi munkar.
”Ya, kekosongan kader pria karena sudah banyak yang tewas. Perempuan dan kaum milenial menjadi sentral rekrutan kaum berpaham radikal,” tutur Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Purwanto, di Jakarta, Sabtu (3/4).
Baca juga : Antiteror RI Buru Jaringan Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar
Selain itu, perempuan lebih emosional dan militan ketimbang laki-laki. Saat ini, tidak sedikit perempuan meniru perbuatan teroris laki-laki. Bahkan, tidak jarang kerap lebih dulu mengajak. “Termasuk kasus bom panci. Efek contekan gerakan dan tren meningkat,” ucapnya.
Keluarga terdekat bisa menjadi agen pencegah aksi teror. Misalnya, orang tua melaporkan anak dan menantu karena gerak-geriknya sangat aneh. Terindikasi terpapar radikalisme. ”Kasus di Lampung dan Sibolga yang lapor orang tuanya,” bebernya.
Keterlibatan perempuan dalam tindak pidana terorisme di Indonesia bukan barang baru. Pelaku teror di Mabes Polri pada Rabu (31/3), menambah daftar panjang perempuan di pusaran terorisme.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyebut Zakiah Aini 25, pelaku seorang diri (lonewolf) terpapar ideologi ISIS. Zakiah, teror bom di depan Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3) lalu juga melibatkan perempuan.
Pada 2018, simpatisan ISIS yaitu Puji Kuswati, membawa anak perempuan berusia sembilan dan dua belas tahun meledakkan bom bunuh diri dalam serangkaian serangan di tiga gereja di Surabaya, Jawa Timur . (fjr)