indoposnews.co.id – PT Adaro Energy Indonesia (ADRO) per 30 September 2022 mencatat laba periode berjalan dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk USD1,90 miliar. Melejit 352 persen dari dari edisi sama tahun lalu USD420,90 juta. Efeknya, laba per saham dasar menjadi USD0,06122 dari sebelumnya USD0,01316.
Pendapatan usaha naik 130 persen menjadi USD5,91 miliar dari periode sama tahun lalu USD2,56 miliar. Itu terutama lompatan 106 persen pada Average selling price (ASP). Cuaca buruk, keterbatasan suplai, dan peristiwa geopolitik menopang harga dekat level tertinggi historis pada 2Q22, dengan demikian mendukung kenaikan ASP Adaro.
Baca juga: Simak! Berikut Jadwal Dividen Interim Golden Energy USD100 Juta
Kendati terjadi curah hujan tinggi, dan tantangan pengadaan alat berat, Adaro sukses menggenjot produksi 14 persen menjadi 45,4 juta ton dari periode sama tahun lalu 39,6 juta ton. Peningkatan produksi mendorong kenaikan penjualan batu bara dengan porsi sama yaitu 14 persen menjadi 44,2 juta ton dari periode sama tahun lalu 38,9 juta ton.
Selain itu, Adaro mencatat peningkatan pengupasan lapisan penutup, dan saat ini stabil pada 173,5 Mbcm daripada periode sama tahun lalu 173,0 Mbcm, dan nisbah kupas turun 12 persen menjadi 3,82x dari 4,36x. Kalau cuaca mendukung, nisbah kupas akan meningkat pada kuartal IV-2022, namun nisbah kupas sepanjang 2022 akan dicapai di bawah target ditetapkan 4,1x.
Baca juga: Tebus Right Issue Adhi Karya, Pemerintah Gelontorkan Dana Taktis Rp1,97 Triliun
Beban pokok pendapatan naik 59 persen menjadi USD2,54 miliar juta dari periode sama tahun lalu USD1,59 miliar. Itu terutama karena kenaikan pembayaran royalti akibat lonjakan ASP maupun biaya penambangan karena lompatan harga bahan bakar minyak (BBM) global.
Beban usaha naik 78 persen menjadi USD232 juta dari periode sama tahun lalu USD130 juta. Itu karena kenaikan 300 persen pada komisi penjualan. Kenaikan komisi penjualan menyumbang 67 persen lonjakan beban usaha, dan disebabkan karena harga batu bara lebih tinggi pada periode tersebut.
Baca juga: Siuman! Bakrie & Brothers Akhirnya Catat Laba Rp121,70 Miliar
Royalti kepada Pemerintah RI, dan beban pajak penghasilan badan naik 302 persen menjadi USD2,04 miliar daripada periode sama tahun lalu USD510 juta. Itu karena kenaikan pendapatan batu bara berkat lompatan ASP. Mengenai royalti, PKP2B Adaro Indonesia telah resmi menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai kelanjutan operasi produksi (IUPK-KOP). IUPK-KOP sampai 1 Oktober 2032 dapat diperpanjang sesuai peraturan perundang-undangan berlaku.
Menurut ketentuan IUPK-KOP, royalti dibayar Adaro Indonesia akan meningkat secara progresif 14-28 persen berdasar harga jual batu bara dari tarif royalti 13,5 persen berlaku saat ini, dan tarif pajak akan turun menjadi 22 persen dari 45 persen.
Baca juga: Mantul, Emiten Miras Besutan Pemprov DKI Delta Djakarta Catat Laba Rp181,75 Miliar
EBITDA operasional Adaro tumbuh 231 persen menjadi USD3,79 miliar dari periode sama tahun lalu USD1,14 miliar. Pencapaian itu, mencerminkan fluktuasi cuaca, permintaan batu bara dari pemulihan aktivitas global pasca-pandemi, dan dinamika geopolitis mempengaruhi harga. Margin EBITDA tetap di kisaran 64 persen naik melebihi 1950 basis points (bps) karena permintaan tinggi, dan leverage operasi tetap positif.
Laba inti Adaro Energy naik 262 persen menjadi USD2,33 miliar dari periode sama tahun lalu USD644 juta. Itu berkat harga tinggi, dan keunggulan operasional berkelanjutan. Sebagaimana dilaporkan, laba bersih mencapai USD2,16 miliar, alias menanjak 366 persen dari periode sama tahun lalu USD465,27 juta.
Baca juga: Drop 37 Persen, Induk TvOne-ANTV Paruh Pertama 2022 Rugi Rp659,57 Miliar
Total aset naik 41 persen menjadi USD10,03 miliar dari periode akhir 2021 sejumlah USD7,11 miliar. Itu terjadi karena kas naik 122 persen menjadi USD3.353 miliar. Total liabilitas naik 34 persen menjadi USD3,74 miliar dari edisi akhir tahun lalu USD2,79 miliar. Itu karena kenaikan signifikan pada utang pajak menyusul tingginya harga batu bara.
Pada kuartal III-2022, utang pajak naik 296 persen menjadi USD1,10 miliar dari edisi sama tahun lalu USD280 juta. Kondisi itu, mendorong kenaikan liabilitas lancar 79 persen menjadi USD1,85 miliar dari edisi akhir 2021 sejumlah USD1,03 juta. Liabilitas non lancar naik 7 persen menjadi USD1,89 juta dari periode sama tahun lalu USD1,76 juta karena pembiayaan kembali terhadap pinjaman bank SIS memperoleh tenor lebih panjang.
Baca juga: Menjadi Komisaris BEI, Ini Jejak Digital Arisandhi Indrodwisatio
Pada akhir kuartal III-2022, total ekuitas tercatat USD6,28 miliar, atau naik 45 persen dari pada periode sama tahun sebelumnya USD4,32 miliar. Pada kuartal 2022, perusahaan tidak melakukan pembelian saham kembali di bawah program yang ada. (abg)