Indoposonline.NET – Pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap kehidupan sosial, dan aktivitas ekonomi global. Efeknya, pendapatan per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi USD3.870 dari periode sama 2019 di level USD4.050.
Perosotan pendapatan per kapita itu, membuat Indonesia kembali masuk kategori negara berpendapatan menengah bawah dari sebelumnya kategori negara berpendapatan menengah atas seperti laporan Bank Dunia. ”Pandemi telah menciptakan pertumbuhan ekonomi negatif hampir seluruh negara. Jadi, penurunan pendapatan per kapita Indonesia sebuah konsekuensi tidak terhindarkan,” tutur Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu.
Baca juga: Harga Emas Menguat
Pemerintah mampu menahan kontraksi ekonomi lebih dalam melalui respons kebijakan fiskal adaptif, dan kredibel. BKF juga menyebut pertumbuhan ekonomi pada 2020 minus 2,1 persen juga masih lebih baik dibanding negara lain. India misalnya tekor 8 persen, Afrika Selatan terkapar 7 persen, dan Brazil menukik 4,1 persen.
Selain itu, program pemerintah mampu melindungi masyarakat miskin, dan rentan, sehingga tingkat kemiskinan dapat dikendalikan menjadi 10,19 persen pada September 2020. Padahal, Bank Dunia mengestimasi angka kemiskinan Indonesia pada 2020 dapat mencapai 11,8 persen. ”Pandemi masih menyisakan ketidakpastian ekonomi. Saat ini, pemerintah fokus mengendalikan pandemi, dan pemulihan ekonomi berjalan,” ucapnya.
Baca juga: Waw, Angkutan Kargo Citilink Capai Rekor Tertinggi
Nah, penurunan kelas Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah bawah akan membuat Indonesia butuh waktu lebih lama untuk menjadi negara maju. Kondisi itu, membuat Indonesia terjebak kelas menengah dalam waktu lama. Potensi bonus demografi pada 2030 juga bisa hilang karena angkatan kerja muda kesulitan mencari kerja. ”Ekonomi seret serapan tenaga kerja terbatas. Angkatan kerja menganggur,” tegas Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira.
Penurunan kelas dapat membuat Indonesia kurang diminati sebagai negara tujuan investasi karena dianggap berisiko tinggi. Investor cenderung tertarik menanamkan modal pada negara berpendapatan menengah atas. Indonesia juga menghadapi potensi godaan tawaran utang dari negara donor. ”Beban Indonesia berat. Setiap harus bayar bunga utang sekitar Rp370 triliun,” ucapnya. (abg)