indoposonline.net – Junta Militer Myanmar semakin brutal. Militer menembaki pengunjuk rasa antikudeta hingga menewaskan 13 orang. Dan, melukai para penentang kudeta. Serangkaian ledakan menghiasi Kota Yangon.
Protes dan pemogokan nasional berlanjut meski militer memakai kekuatan senjata untuk meredam oposisi. Pasukan keamanan melepaskan tembakan terhadap pengunjuk rasa di kota barat laut Kale.
Baca juga: Junta Militer Serbu Kamp Pendemo, 8 Orang Meregang Nyawa
Sedikitnya tujuh ledakan terdengar di Yangon, termasuk gedung-gedung pemerintah, rumah sakit militer, dan pusat perbelanjaan. Tidak ada korban jiwa dan tidak ada klaim tanggung jawab.
Gerakan pembangkangan sipil, telah menghentikan pekerjaan rumah sakit, sekolah, jalan, perkantoran, dan pabrik. ”Meski protes dilakukan di negara tetangga dan dunia internasional, namun tidak merusak bisnis. Pembangkangana kegiatan menghancurkan negara,” tegas Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Kepala Junta Militer Myanmar, Rabu (7/4).
Baca juga: Terinfeksi Covid-19, Kesehatan Eks Presiden Filipina Estrada Memburuk
Berdasar data kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), tercatat 581 orang, termasuk puluhan anak-anak, telah ditembak mati pasukan dan polisi dalam kerusuhan sejak kudeta. Pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang, dengan 2.750 orang di antaranya masih tertahan.
Misalnya, Aung San Suu Kyi dan tokoh-tokoh terkemuka partai Liga Nasional untuk Demokrasi. Kemampuan gerakan anti-kudeta sebagian besar dipimpin pemuda untuk mengatur kampanye, berbagi informasi melalui media sosial, dan pesan instan telah dilumpuhkan melalui pemutusan internet. ”Myanmar runtuh secara bertahap. Komunikasi sangat terbatas,” tegas Alp Toker, pendiri observatorium pemblokiran internet NetBlocks.
Baca juga: Tuntut Vaksinasi, Penjaja Syahwat Brasil Mogok Sepekan
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab membahas bagaimana Inggris dan masyarakat internasional dapat mendukung upaya Asia Tenggara menuntaskan krisis Myanmar. ”Indonesia termasuk di antara negara Asia Tenggara mendorong pembicaraan tingkat tinggi mengenai Myanmar,” beber Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi setelah pertemuannya dengan Raab.
Thailand, tetangga Myanmar dan memiliki hubungan militer dekat dengan junta, mengaku tidak setuju dengan kekerasan tetapi masalah tersebut harus ditangani dengan hati-hati. ”Kami tidak dapat melakukan sesuai keinginan. Kami bergantung satu sama lain di banyak wilayah,” papar Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha. (abg)