indoposonline.NET – Kain tradisional Indonesia memiliki potensi nilai ekonomi yang sama besar dengan pariwisata jika serius ditangani. Mempromosikan kain nusantara juga bisa sejalan dengan pengembangan pariwisata daerah, asal yang dikenalkan tidak cuma jenis kain yang sudah terkenal saja.
“Harus serius menangani dan panggil ahli-ahlinya yang benar-benar ahli. Yang dikembangkan juga maunya yang belum dikenal dong,” ujar Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Prof. Dr. Lilawati Kurnia, S.S., M.A. dilansir antara pada Jumat (20/8)
tenun ikat Dayak Iban adalah salah satu contoh. Kain warisan nusantara yang mulai langka. Selain sedikitnya pengrajin generasi baru, bahan untuk pewarna kainnya juga sulit didapat karena merupakan pewarna alam. Kain tenun ikat lebih banyak dipasarkan di wilayah Malaysia dan lebih dikenal di sana. Kolektor-kolektor dunia juga banyak yang berburu kain tersebut dan dibeli dengan harga yang tinggi atau harga untuk benda koleksi.
Baca Juga : Tips Menghilangkan Jamur Pada Cat Mobil
Bagi Prof. Lilawati, kain-kain dengan motif kuno dan sarat dengan daerah suatu tempat, perlu untuk dikembangkan secara serius. Sebab, hal inilah yang mampu meningkatkan nilai ekonomi dari pengrajin.
“Jadi ada dua hal yang paralel untuk dimajukan, karena motif-motif tradisional, motif-motif kumo harus juga dilestarikan. Jadi misalnya untuk menarik konsumen muda, tapi untuk kolektor-kolektor dunia itu ya carinya yang tradisional, yang kuno,” kata Prof. Lilawati.