Indoposonline.NET – Health Collaborative Center (HCC) menyebutkan ada lima hak kesehatan anak Indonesia hingga saat ini belum terpenuhi secara maksimal. Kelima hak kesehatan anak yang belum terpenuhi diperoleh dari suatu penelitian dalam bentuk rangkaian kajian berbasis konsensus ahli dan studi literatur.
”Dari hasil konsensus diketahui masih ada lima hak kesehatan anak yang belum terpenuhi oleh negara,” ujar Founder dan Chairman Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dalam jumpa pers secara virtual Kamis (29/7).
Lima hak tersebut diantaranya,
Pertama hak untuk terbebas dari masalah gizi buruk/gizi kurang, gizi lebih; hak untuk mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan secara umum dan layanan kesehatan mental pada anak belum terpenuhi secara optimal;
Kedua hak pengasuhan dari orang tua dan komunitas yang belum terlindungi;
Ketiga hak terhadap akses Pendidikan, terutama pendidikan kesehatan di lembaga pendidikan (sekolah) yang belum fokus;
”Tidak lagi bicara soal tumbuh kembang, tapi anak belum mendapatkan layanan kesehatan umum, imunisasi, dan kesehatan mental. Populasi anak sangat dominan tapi dokter anak masih kurang sekali,” ungkap Ray.
Baca juga : Kenali Sejak Dini Dehidrasi Anak
Kelima hak untuk dilahirkan dengan selamat dan hidup dengan kualitas hidup sehat yang baik (mengingat angka kematian pada neonatal, bayi, balita masih sangat tinggi).
Menurut Dr. Ray, studi ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan besar terkait apakah setelah 75 tahun merdeka, hak anak Indonesia sudah terlindungi dan dipenuhi oleh negara atau belum. Dari analisis konsesus ahli secara daring serta kajian literature dengan deskripsi makro, lima hak anak Indonesia yang belum terpenuhi ini adalah hak mendasar yang sebenarnya merupakan masalah klasik yang sudah dialami bangsa ini sejak puluhan tahun silam.
Artinya ada poin-poin prinsip yang menurut konsensus ahli belum sesuai dengan komitmen bangsa Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak. Namun demikian, Dr Ray yang meraih Doktor di bidang Ilmu Kedokteran dari FKUI ini menambahkan, konsensus ahli yang dicapai dari penelitian ini juga menghadirkan rekomendasi dan usulan logis yang diharapkan dapat membantu negara memaksimalkan upaya pemenuhan kesehatan anak Indonesia.
Dr. Ray menjelaskan hasil konsensus ahli merekomendasi 7 intervensi yaitu:
(1) Percepatan dan pengembangan integrasi program kesehatan anak dengan berbagai lintas sektor,
(2) Mempererat komitmen pemangku kepentingan dalam penyelesaian persoalan kesehatan pada anak,
(3) Pengembangan intervensi edukasi untuk masyarakat dan sasaran utama program kesehatan anak,
(4) Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk ketersediaan dan akses layanan kesehatan anak,
(5) Mendorong inisiasi, pembuatan dan implementasi kebijakan berbasis bukti untuk mengatasi persoalan kesehatan anak,
(6) Memperkuat desentralisasi program kesehatan anak sesuai dengan kebutuhan lokal,
(7) Penyediaan/pengembangan fasilitas kesehatan ramah dan inklusif terhadap anak dengan disabilitas.
“Tujuh rekomendasi ini sangat dinamis namun esensial mengingat beberapa poin yang datang dari rekomendasi ahli adalah aspek yang selama ini belum jadi fokus prioritas, seperti kesehatan mental dan hak inklusivitas anak dengan disabilitas. Aspek penangan risiko anak Indonesia selama pandemi juga menjadi salah satu poin rekomendasi dalam pengembangan integrasi program kesehatan anak,” ungkap Dr Ray.
Baca juga : Manfaat Olahraga Bagi Anak
Menanggapi kondisi pandemi Covid-19, Ahli dan praktisi berpendapat bahwa hal tersebut dapat memperberat persoalan kesehatan anak. Secara spesifik, terdapat 3 dampak utama yakni kesehatan, psikologis dan tumbuh kembang anak.
“Para ahli dan praktisi juga menyatakan bahwa dapat dimungkinkan terjadi “Missing Generation” untuk anak-anak yang lahir dan berkembang di masa pandemi,” ditegaskan Dr Ray.
Kelima hak kesehatan anak yang belum terpenuhi diperoleh dari suatu penelitian dalam bentuk rangkaian kajian berbasis konsensus ahli dan studi literatur. Melibatkan Bunga Pelangi, MKM selaku Researcher Associate HCC, 36 akademisi, pemerhati/praktisi, pemangku kepentingan, dan pelaku program perlindungan hak anak dan kesehatan anak Indonesia dari 13 provinsi di Indonesia di antaranya adalah Aceh, Sumatra Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Tengah, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat.
Berdasarkan ragam profesi, Ahli dan Praktisi tersebut terdiri dari dokter spesialis anak, dokter umum, ahli gizi klinis, perawat, farmasis, psikolog klinis, konselor, promotor kesehatan, dosen, peneliti, konsultan, guru serta aktivis pergerakan dari organisasi masyarakat sipil kesehatan anak, gender dan berbasis keagamaan.
Health Collaborative Center (HCC) meyakini bahwa Konsensus Ahli dan Praktisi Kesehatan Anak dalam meninjau pemenuhan hak kesehatan anak dapat menjadi diskursus bersama lintas sektor untuk saling berkolaborasi dan mengoptimalkan kembali daya dan upaya untuk memenuhi hak-hak kesehatan anak. Tidak hanya itu, paket rekomendasi intervensi dari konsensus ini juga dapat menjadi acuan advokasi bagi berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat kolaborasi. (ash)