Indoposonline.NET – Sistem perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai dipertanyakan pelaku pasar. Karena dinilai pemilik kapital besar akan mudah menggerakkan market. Karena itu, perlu beragam perbaikan sistem.
Pelaku pasar harus berpegang teguh pada keyakinan bursa berjalan baik, yaitu bursa yang atomic. Ketika tidak satu pihak pun mampu secara individual menentukan harga. Cara kerja dutch auction BEI pada pra pembukaan dan prapenutupan, dari beberapa harga yang cocok, diambil harga dengan peredaran paling banyak. “Saya ulangi kata paling banyak. Jelas mereka yang memiliki saham lebih besar dan uang lebih banyak, dengan leluasa menentukan harga melalui sistem itu,” tutur mantan Direktur Bursa Efek Jakarta Hasan Zein, di Jakarta, Jumat (28/5).
Baca Juga: Sandiaga Uno : Fesyen Salah Satu Andalan dalam Ekonomi Kreatif
Kondisi itu sebut Hasan, mengutip celoteh ekonom senior Anwar Nasution puluhan tahun lalu, “Capital market is the toy of the riches”. ”Mungkin para investor ritel perlu mengusulkan adanya bursa baru yang bisa beroperasi dan memperlakukan pelaku pasar secara lebih adil,” bebernya.
Hasan mengaku siap menyusun konsep bursa lebih adil. Itu dengan catatan pemerintah dan otoritas membuka pintu tersebut. Transaksi dinilai tidak adil, bilang Hasan, telah terjadi pada penutupan perdagangan tanggal 27 Mei 2021. Saat itu, terjadi pergerakan harga turun saat penutupan atau marking the close down.
Baca Juga: Warganet Geger, Triawan Munaf Jelaskan Kiprah Abdee Slank
Saat itu, jelas dia, ada empat saham bank besar penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dipasang pada harga bawah saat pra penutupan, dengan menggunakan keunggulan mereka. ”Keunggulan dalam skala memberi peluang mereka menjadikan sistem pre-closing sebagai mainan,” urai Hasan.
Dan, jelas sebut Hasan, saham Bank Central Asia (BBCA), dengan kapitalisasi paling besar lagi menanjak, diseret turun dari harga Rp32.400 sebelum pre closing ke posisi Rp31.350 menggunakan sistem pre closing. Awalnya, posisi hijau berubah seketika menjadi merah. Hal serupa terjadi juga pada saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), dan Bank Negara Indonesia (BBNI). ”Kesengajaan itu semakin kentara, karena pialang melakukan “guyuran” pada empat saham itu adalah pialang sama,” ucapnya.
Baca Juga: Respons Pensiun Dini, Ini Sikap Serikat Karyawan Garuda Indonesia
Bahkan, Hasan mengaku punya pengalaman buruk berkali-kali dengan pra pembukaan. Itu terjadi ketika penawaran jual dimasukkan jauh sebelum jam perdagangan dimulai, tapi tidak tertampung dalam transaksi. ”Padahal, harga pembukaan yang terjadi lebih tinggi dari penawaran jual,” tegas dia.
Hasan mencoba menelusuri kondisi itu kepada direksi BEI. Berdasar hasil penelusuran itu, pimpinan BEI menyatakan keadaan terjadi karena latensi sistem pialang. ”Padahal, pialang saya adalah salah satu pialang atau anggota bursa (AB) papan atas. Begitu kerdilkah kapasitas sistem suatu broker papan atas?” tanyanya. (abg)