Indoposonline.NET – Pengelolaan data pemerintah amburadul. Mulai data kependudukan, data pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur sipil negara (ASN), dan data penerima bantuan sosial (bansos) pemerintah tidak akurat. Efeknya, terjadi kebocoran dan anggaran meluber tidak jelas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati blak-blakan soal keruwetan pengelolaan data penduduk Indonesia. Maklum, satu penduduk bisa memiliki 40 nomor identitas berbeda. Tiap lembaga dan instansi memiliki nomor identitas sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi. ”Saat ini penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas berbeda. Nomor identitas itu memiliki sistem sendiri-sendiri tersebar di berbagai lembaga dan instansi masing-masing,” ungkap Sri Mulyani, Jumat (28/5).
Baca Juga: Warganet Geger, Triawan Munaf Jelaskan Kiprah Abdee Slank
Contohnya, pada nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor identitas paspor. Saat seorang penduduk memutuskan memiliki paspor nomor identitasnya bisa berbeda dengan NIK. Bahkan, di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), awalnya data Bea Cukai dan data perpajakan berdiri sendiri-sendiri meski kini sudah menyatu. ”Kondisi itu, menyulitkan pencocokan data, apalagi untuk menelusuri potensi pajak pada setiap penduduk. Data tidak terintegrasi, dan tidak mudah untuk data analytic,” imbuhnya.
Saat ini, khusus data keuangan, tengah disusun aturan baru untuk integrasi. Ada identifikasi khusus umum setiap penduduk soal data keuangan. Data terintegrasi, menyatu, dan tidak berdiri sendiri bukan hanya akan menolong pemerintah bidang perpajakan. Namun, pemerintah bisa dengan mudah memberikan bantuan sosial (bansos).
Baca Juga: Sandiaga Uno : Fesyen Salah Satu Andalan dalam Ekonomi Kreatif
Sebelumnya, Menteri Sosial Tri Rismaharini dibuat pusing. Risma mengaku mumet memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak pernah diperbarui sejak 2015.
Risma mengaku sering mendatangi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk mengetahui data lengkap DTKS. Selain itu, juga rutin melakukan pertemuan koordinasi dengan Kejaksaan Agung, Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BPKP, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia.
Baca Juga: Pendapat Ahmad Dhani Ketika Abdee SLANK jadi Komisaris Telkom
Hal senada diungkap Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Bima menyebut, pada 2014 menemukan 97 ribu data Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara (ASN) fiktif. Parahnya, ribuan ASN siluman itu, menerima gaji dan dana pensiun.
Itu hasil pemutakhiran data periode 2014. Artinya, data misterius itu ada sejak pemutakhiran data kali pertama pada 2002. Hingga saat ini, pemutakhiran data ASN baru dilakukan dua kali. Tepatnya, pada 2002 dilakukan secara manual, dan pada 2014 dilakukan secara elektronik.
Baca Juga: Emban Komisaris Telkom Indonesia, Ini Tugas Abdee Slank
Saat ini, pemutakhiran data dilakukan setiap PNS melalui aplikasi MYSAPK. ASN dan PNS bisa memperbaiki segala macam data perlu diperbarui secara berkala. Misalnya, data personal, data riwayat jabatan, riwayat keluarga, hingga riwayat pindah instansi.
Nah, menyusul data amburadul itu, Sri Mulyani mengaku ditegur Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi kesal dengan data tidak akurat. Salah satu pengelolaan data buruk akurasi bansos. Jokowi menilai data bansos banyak tumpang tindih. Akurasi data buruk membuat penyaluran bantuan pemerintah ke masyarakat tidak tepat.
Baca Juga: Catat, Ini Jadwal Pembayaran Dividen Telkom Indonesia Rp16,64 Triliun
”Pak presiden kemarin sampaikan data, data, dan data. Ini jadi penting. Kita harus respons cepat. Misalnya, bansos, siapa mesti dibantu dan ditargetkan, kalau datanya lengkap dan reliable akan lebih cepat, dan akurat,” beber Sri Mulyani.
Bukan cuma data bansos, Jokowi juga menyinggung data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Jokowi meminta masalah tersebut bisa diselesaikan. ”Akurasi data, ini menjadi masalah sampai hari ini, dampaknya ke mana-mana. Contohnya, data bansos nggak akurat, tumpang tindih,” ucap Jokowi. (abg)



























