Indoposonline.NET – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta fokus menelisik ketidakberesan pengelolaan dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Itu lebih krusial tinimbang mengeluarkan rekomendasi cut loss, dan take profit.
Tersebab, cut loss dan profit taking merupakan terminologi teknis. Kalau hal teknis digarap BPK berkonotasi komando, dan menjadi perintah. ”Berdasar kaca mata seorang investor saham, saya tidak mampu memahami rekomendasi BPK terhadap pengelolaan portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan. Sebagai lembaga tinggi negara dengan wewenang, memeriksa pengelolaan, dan tanggung jawab keuangan negara, hemat saya, produk pelaksanaan tugas BPK adalah pendapatan, nasihat, anjuran, dan rekomendasi. Bukan komando. Bukan komando,” tutur Mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode 1991-1996 Hasan Zein Mahmud, Senin (28/6).
Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Bikin Investor Waswas
Hasan menjelaskan, pelaksanaan cut loss dan take profit akan secara langsung berpengaruh terhadap kinerja keuangan BPJS Ketenagakerjaan. ”Memengaruhi realisasi rugi laba. Berdampak pada keuangan negara. Apakah BPK bisa dimintai pertanggungjawaban terhadap kerugian atau opportunity profit yang hilang, yang diderita BPJS, akibat perintah cut loss atau take profit?,” tegasnya.
Perintah cut loss dan take profit itu bihang Hasan, akan berpengaruh terhadap opini dan persepsi pasar. Menimbulkan gejolak pasar. Mengakibatkan kerugian bagi masyarakat investor umum. Kalau, BPJS Ketenagakerjaan tidak boleh rugi dalam investasi, semua dana kelolaan ditanamkan di aset bebas risiko. Salah satunya surat utang negara (SUN) berdenominasi rupiah. ”Semua tahu hukum besi investasi finansial. No risk no return. No pain no gain. No guts no glory. Kalau BPJS tidak boleh rugi dalam berinvestasi, tanamkan semua dana di risk free assets. Surat Utang Negara dalam denominasi rupiah! Tentu tidak optimal bagi kesejahteraan para tenaga kerja. No risk no return,” tegasnya.
Baca juga: Positif Covid-19, Komisaris-Dirut Garuda Indonesia Jalani Isolasi Mandiri
Keputusan investasi sehat pasti mengalkulasi kondisi keuangan, tujuan investasi termasuk horizon investasi, target ingin dicapai, dan tingkat maksimal risiko bisa dipikul tanpa mengurangi kenyamanan pemenuhan kewajiban BPJS Ketenagakerjaan kepada nasabah. ”BPJS sangat faham dengan konsep duration asset and duration liabilities. Bisa memprediksi jumlah dan waktu cash inflows akan diterimanya dari peserta. Juga bisa memperkirakan jumlah dan jadual cash outflows sebagai pemenuhan kewajibannya kepada para peserta,” ucapnya.
Lalu memilih instrumen atau kombinasi instrumen mampu memenuhi kewajibannya plus hasil lebih bisa dijadikan cadangan. BPJS Ketenagakerjaan tentu memiliki SOP jelas, dan rinci untuk memenuhi seluruh aturan, dan peluang mencapai misi dengan baik. (abg)