indoposnews.co.id – PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menyarankan investor berinvestasi pada instrumen reksa dana indeks dengan fokus sektor perbankan. Maklum, kinerja sektor perbankan stabil, dan prospek masih menjanjikan.
Arief Maulana, Head of Wealth Management Mirae Asset, mengatakan Reksa Dana perbankan salah satu produk hanya berinvestasi pada saham-saham sektor perbankan. “Rasio kredit terhadap simpanan alias loan to deposit ratio (LDR) juga relatif terjaga di bawah 85 persen, dan dengan tingkat kredit tidak lancar alias non performing loan (NPL) rendah, ruang peningkatan pertumbuhan kredit masih terbuka,” tutur Rully dalam Media Day.
Kondisi itu, hasil kebijakan makroprudensial pemerintah pro-growth. Pertumbuhan kredit pada Januari 2024 mencapai 11,8 persen year on year (Yoy), tertinggi hampir 5 tahun terakhir. Pertumbuhan kredit pada Februari 2024 lebih rendah tapi tergolong tetap tinggi 11,3 persen Yoy. Gross NPL periode sama tetap rendah yaitu 2,35 persen.
Baca juga: Nyungsep 44 Persen, Laba Bank Salim Group Sisa Rp32 Miliar
”Kami memandang dengan kebijakan makroprudensial longgar disertai likuiditas memadai, pertumbuhan kredit akan tetap kuat, dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia meski di tengah berbagai tantangan sepanjang 2024 ini,” tegas Rully.
Rully menilai risiko harus dimitigasi ke depan agar stabilitas sektor keuangan tetap terjaga. Perbankan sepertinya akan lebih berhati-hati menyalurkan kredit mengingat kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan dampak Covid-19 telah berakhir per 31 Maret 2024. Per Februari 2024, Loan at Risk (LaR) perbankan cukup tinggi yaitu 11,56 persen.
Baca juga: Ingat! Ini Jadwal Dividen Infotek Rp804 Juta
Di luar perbankan, saat ini kondisi perekonomian Indonesia masih dihadapkan pada banyak tantangan. Salah satu tantangan terbesar tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih tinggi. Pergerakan rupiah jangka menengah sangat sulit diprediksi karena dipengaruhi isu global, bukan dipengaruhi kondisi dalam negeri.
Tren pelemahan rupiah lebih disebabkan sentimen higher-for-longer suku bunga kebijakan the Fed kembali menyebabkan volatilitas, dan ketidakpastian pasar global. Sentimen global ituu, juga berdampak pada aliran modal asing keluar Indonesia tergolong. Kondisi itu, menyulitkan Bank Indonesia melakukan pelonggaran kebijakan moneter dalam waktu dekat. (abg)