indoposnews.co.id – Perusahaan Gas Negara (PGAS) tengah diterpa force majeure dengan potensi rugi Rp15 triliun. Itu terjadi atas kontrak Liquified Natural Gas (LNG) dengan Gunvor Singapore Pte Ltd. Force Majeure terjadi di luar kontrol perseroan.
Oleh karena itu, novasi alias pengalihan portofolio bisnis LNG dari induk perseroan yaitu Pertamina belum bisa dilaksanakan. ”Perseroan belum dapat menyodorkan timeline pengalihan bisnis LNG Pertamina kepada perseroan,” jelas Rachmat Hutama, Corporate Secretary Perusahaan Gas Negara.
Baca juga: Merosot 39 Persen, PGN Bukukan Laba Bersih USD145 Juta
Selain itu, perseroan tidak berwenang untuk mengonfirmasi apakah Gunvor mengetahui atau tidak kalau bisnis LNG Pertamina belum atau dałam proses pengalihan ke perseroan. Perseroan akan menginformasikan lebih lanjut soal kondisi force majeure. ”Kami perkirakan kendala pengiriman kargo LNG kepada Gunvor tidak kurang dari beberapa bulan pada 2024,” imbuhnya.
Saat ini, perseroan tengah melakukan upaya terbaik untuk menyelesaikan force majeure termasuk berkoordinasi dengan Pertamina mengenai progress novasi LNG kepada perseroan. ”Oleh karena ada klausul kerahasiaan, perseroan tidak dapat menjabarkan Master Sale & Purchase Agreement (MSPA), dan Confirmation Notice (CN). Pendeknya, force majeure belum berdampak legal atau komersial,” ucapnya.
Gunvor telah menyampaikan tangen atas force majeure tersebut. Dan, pada insinua Gunvor tidak sependapat dengan klaim force majeure yang diajukan perseroan. Meski begitu, perseroan masih berkoordinasi dengan Gunvor untuk memutakhirkan perkembangan atas kondisi force majeure tersebut. ”Namun, kami tidak bisa mengonfirmasi apakah Gunvor akan melakukan tuntutan hukum,” tegas Rachmat. (abg)