• Redaksi
Senin, Juni 9, 2025
indoposnews.co.id
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • NEWS
    • Nasional
    • Politik
    • Nusantara
    • Hukum
    • Ibu Kota Negara
    • COVID-19 UPDATE
  • Ekonomi
    • Tekno
  • Olahraga
  • JABODETABEK
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Beauty
    • Health & Fitness
    • Hunian
    • Jalan- Jalan
    • Kids
    • Kuliner
    • Pendidikan
    • Otomotif
  • HIBURAN
    • selebritis
    • Musik
    • Film
      • Review Film
    • Televisi
    • Mancanegara
    • Bollywood
    • K – pop
    • Budaya
  • Opini
  • Indeks
  • Home
  • NEWS
    • Nasional
    • Politik
    • Nusantara
    • Hukum
    • Ibu Kota Negara
    • COVID-19 UPDATE
  • Ekonomi
    • Tekno
  • Olahraga
  • JABODETABEK
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Beauty
    • Health & Fitness
    • Hunian
    • Jalan- Jalan
    • Kids
    • Kuliner
    • Pendidikan
    • Otomotif
  • HIBURAN
    • selebritis
    • Musik
    • Film
      • Review Film
    • Televisi
    • Mancanegara
    • Bollywood
    • K – pop
    • Budaya
  • Opini
  • Indeks
No Result
View All Result
indoposnews.co.id
No Result
View All Result
Home Opini

Belanda Budiman

Arsya Devandra by Arsya Devandra
24 April 2022 07:34 - Updated on 25 April 2022 20:38
dahlan iskan - indoposnews

Dahlan Iskan -- indoposnews

Share on FacebookShare on Twitter

oleh : Dahlan Iskan

indoposnews.co.id – ADA juga orang Belanda yang Budiman. Ia ke rumah saya Kamis lalu. Ia baru pulang dari Ukraina. Meliput perang di sana.

Dari Ukraina ia tidak mampir Belanda. Langsung ke Surabaya. Begitu penting Indonesia baginya. Ia begitu jatuh cinta pada Indonesia.

Baca Juga

Ujung Tombak Apple

Amarah Beliung

Akhirnya Prabowo!

Emas Crazy

Ia pun ingin mencari orang tuanya di sini. Yakni orang tua yang asli. Yang membuat janinnya dan yang melahirkannya.

Ia memang asli Indonesia. Lahir di Jakarta. Namanya satu kata: Budiman. Itu nama lahirnya. Yang dipertahankan, pun setelah jadi orang Belanda.

Selebihnya ia tidak tahu apa-apa.

Ketika masih bayi 1,5  bulan, Budiman diserahkan ke panti asuhan. Dalam kondisi prematur. Lalu diserahkan ke orang lain. Ke orang Belanda.

Waktu itu, tahun 1978 awal, suami-istri, Gerrie dan Han Wichers, datang ke Jakarta: untuk mencari bayi yang bisa diadopsi. Tentu secara ilegal. Sulit dan rumit untuk mendapatkan yang seperti itu secara legal.

Pasangan itu sudah divonis tidak akan punya anak: kandungannyi sudah diangkat dalam sebuah operasi. Mereka mendapat gambaran bisa mendapatkan bayi dari Indonesia. Untuk diadopsi.

Di Belanda, jauh di timur Amsterdam, Budiman tumbuh normal. Di desa Gorssel, kota kecil Lochem, provinsi Gelderland.

Budiman pun masuk sekolah di sana. Dari SD sampai SMA.

Dengan sosok yang tetap berbeda di kelasnya: kulit cokelat. Hanya tinggi badannya tidak kalah dengan rata-rata orang Belanda: kini 180 cm. Itu mungkin berkat protein yang cukup di masa pertumbuhannya.

Baca juga : Menunggu Joker

Tapi dengan kulit cokelatnya, Budiman tetap merasa aneh sendiri. Lalu bertanya pada orang tua: siapa dirinya. Saat itu umur Budiman baru 7 atau 8 tahun.

“Orang tua saya sebenarnya sejak lama ingin menjelaskan semuanya. Sebelum saya tanya itu. Tapi saya masih dianggap terlalu kecil,” ujar Budiman –yang sampai sekarang masih belum bisa berbahasa Indonesia.

Setelah diberi tahu itu ia pun mulai terusik untuk mencari tahu siapa ibu yang melahirkannya. Ia tidak sendirian. Banyak yang seperti Budiman.

Sekitar 3.000 bayi yang senasib dengan Budiman di Belanda. Mereka pun saling kontak. Lewat yayasan khusus yang membantu mencari silsilah: Yayasan Mijn Roots.

Banyak sekali anak adopsi yang berhasil menemukan orang tua asli.

Di akhir tahun 1970-an berita adopsi memang sangat marak di Indonesia. Saya sendiri pernah menugaskan wartawan untuk melakukan investigasi.

Berhasil.

Ditemukanlah satu lembaga yang dekat dengan gereja. Di Pandaan. Yakni kota kecil antara Surabaya-Malang. Di situ ada panti penampungan bayi. Orang Belanda bisa datang ke panti itu. Ratusan bayi di situ –menunggu diadopsi.

Dari hasil investigasi itu diketahui: mereka adalah campuran. Sebagian dari mereka adalah bayi hasil hubungan gelap.

Sebagian lagi bayi dari keluarga yang sangat miskin. Ada seorang ibu yang mengaku seperti ini: ”lebih baik anak saya diadopsi. Agar masa depannya lebih baik. Dari pada ia melanggengkan kemiskinan keluarga kami”.

Zaman itu ekonomi Indonesia memang belum semaju sekarang. Industrialisasi pun baru dimulai. Banyak wanita muda pindah ke kota. Cari kerja. Di pabrik-pabrik. Dengan segala risiko guncangan jiwa. Termasuk risiko kemudaan mereka.

Itulah zaman pancaroba sosial. Dari ekonomi miskin di pedesaan ke ekonomi industri di kota. Dari desa ke kota. Dari kultur desa ke kultur urban. Dari banyak kekangan ke kebebasan.

Bayi-bayi gelap tadi adalah salah satu konsekuensinya.

Lembaga penampung bayi itu sendiri merasa sedang mengerjakan kemuliaan: mengatasi problem bayi yang harus dibuang di pinggir jalan. Atau di toilet. Di mana saja.

Kala itu kehebohan adopsi bayi luar biasa. Akhirnya pemerintah turun tangan. Melarangnya. Lembaga itu pun tutup. Tidak ada lagi adopsi massal seperti itu.

Begitu juga nasib lembaga-lembaga sejenis di kota yang berbeda-beda.

Budiman diambil dari panti bayi di Jakarta. Setelah diberi tahu bahwa ia anak Indonesia, Budiman mempelajari Indonesia. Ia begitu ingin ke Indonesia.

Apalagi dokumen adopsi itu lengkap: ada nama ayah dan ibunya. Rusdi dan Mustiah. Bahkan ada alamat mereka: Dukuh Pinggir V, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta.

Setamat SMA di Belanda, Budiman tidak mau kuliah.

Perasaannya ingin mengembara. Ke mana pun. Terutama ke Indonesia. Untuk itu Budiman mengumpulkan uang. Kerja apa saja. Termasuk jadi loper koran.

“Di Belanda, asal mau kerja, cari uang itu gampang,” katanya mengenang.

Orang tua Budiman, Gerrie dan Han Wicher, memahami gejolak jiwa Budiman. Tahun 1996  Budiman diajak ke Jakarta. Umurnya baru 19 tahun.

Di Jakarta mereka masih bisa bertemu Ronald Tumewu.

Ronald adalah ketua panti asuhan tempat bayi Budiman dititipkan saat itu.

Belum banyak yang bisa didapat untuk bisa sampai ke orang tua Budiman. Mereka kembali ke Belanda.

Keluarga Gerrie dan Han Wicher tidak hanya mengadopsi Budiman. Dua tahun kemudian mereka dapat bayi dari Jatim.

Nasibnya lebih baik. Sang adik bisa menemukan orang tuanya. Di Surabaya. Mereka bertemu. Sekian tahun kemudian hubungan itu putus. Merepotkan sekali. Sang Adik kini jadi eksekutif bank besar di Belanda.

Sedang Budiman memilih jadi pengembara. Ia merantau ke Australia. Lalu ke Palestina.

“Saya menjadi guru relawan di Ramalah,” katanya. Lantas menjadi wartawan. Begitu banyak berita konflik antara Palestina dan Israel.

Modal kewartawanannya diperoleh saat SMA. Ia menjadi pengasuh koran sekolah. Termasuk belajar fotografi.

Di Palestina, Budiman sering berada di tengah konflik kekerasan. Ia menjadi biasa dengan gerakan intifada yang dilakukan anak muda Palestina.

Budiman juga meliput perang di Irak. Lalu ke medan tempur di Syria. Ke medan revolusi di Libya. Dan kini ke Ukraina. Ia menawarkan diri untuk membawa nama Harian Disway di Ukraina. Tentu Disway senang sekali.

Di Syria, Budiman sempat kena serpihan bom. Membuat luka melintang di bawah leher depannya. Ia pun dibawa ke rumah sakit. Dalam pemeriksaan itu diketahui: Budiman punya penyakit lain yang harus diatasi. Teroid. Harus dioperasi di Belanda. Berhasil –meski sempat kehilangan suara.

Sambil jadi wartawan, Budiman terus mencari orang tua aslinya. Ia beberapa kali ke Jakarta. Termasuk ke kampung di Tanah Abang itu.

Akhirnya ia pun berhasil menemukan rumah orang tua aslinya. Sudah ditempati orang lain. Ada tetangga yang tahu persis ibunda Budiman. Namanyi: Esni. Sudah tua sekali. Dia adalah teman sepermainan ibu Budiman. Juga teman mengaji.

“Sudah pindah ke Tangerang,” ujar Esni seperti ditirukan Budiman kepada Salman Muhiddin, wartawan Harian Disway. “Tidak tahu di Tangerangnya di mana,” tambahnya.

“Saya ingin sekali mencari ke Tangerang. Tapi tidak tahu harus memulai dari mana. Tangerang luas sekali,” katanya.

Kesempatan mencari Sang Ibu terbuka. Budiman harus sering ke Indonesia: pacarnya tinggal di Surabaya.

Sang pacar, Ana van Valen, bekerja untuk Yayasan Mijn Roots di Surabaya.

Ana juga seperti Budiman: bayi Indonesia yang diadopsi orang Belanda di masa itu. Ana pernah kawin dengan orang Belanda yang juga hasil adopsi dari Indonesia.

Saya tidak menyangka bisa bertemu bayi-bayi yang kami liput lebih 40 tahun yang lalu. Yang kini sudah begitu gagahnya. Dan cantiknya. Yang bayi-bayi itu kini mulai lagi belajar bahasa Indonesia di masa setengah umur mereka. Mereka ternyata juga sangat  mencintai Indonesia.

“Kalau misalnya ada tawaran untuk mendapat paspor Indonesia, Anda pilih punya paspor Belanda atau Indonesia?” tanya saya.

“Sulit sekali menjawab,” ujar Budiman. “Saya sama-sama mencintai Belanda dan mencintai Indonesia,” tambahnya.

Sebagai wartawan, Budiman bisa masuk Iran lebih mudah dengan paspor Indonesia. Tapi bisa lebih mudah masuk Israel dengan paspor Belanda. “Sulit memilihnya,” kata Buddy Wichers, nama panggilannya.

Lebih dari paspor dan kewarganegaraan, Buddy Wichers, kini lagi jatuh cinta pada bebek goreng Surabaya. Jangan-jangan karena belakangan tidak bisa banyak pakai minyak goreng lagi.(Dahlan Iskan)

Sumber : disway.id

Tags: dahlan iskanindoposindoposnewsindoposnews.co.idindoposonline

Berita Terkait

Ujung Tombak Apple
Headline Utama

Ujung Tombak Apple

2024/09/22
Amarah Beliung
Headline News

Amarah Beliung

2024/05/25
Akhirnya Prabowo!
Headline Utama

Akhirnya Prabowo!

2024/02/15
Fokus Eksplorasi Emas, Aneka Tambang Bakar Duit Rp38,90 Miliar 
Ekonomi

Emas Crazy

2024/01/20
Buya Syakur
Headline Utama

Buya Syakur

2024/01/19
Aneka Tambang
Headline Utama

Bara Emas Antam 

2023/12/15

Populer

Simak! Ini Perbedaan kuliah Administrasi Perkantoran dan Administrasi Bisnis

Simak! Ini Perbedaan kuliah Administrasi Perkantoran dan Administrasi Bisnis

6 Januari 2022 15:59
Karnaval SCTV

Karnaval SCTV Digelar di Bogor, Catat Tanggal, dan Intip Para Bintangnya

15 Juli 2022 11:11
Lucy In The Sky

Kendalikan Lucy In The Sky, Ini Bisnis yang Digeluti Delta Wibawa Bersama

23 April 2022 13:27
Jumpa pers PT.HDI menyingkapi kasus hukum yang menimpa JE di kantor PT. HDI di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/7)I

Langgar Kode Etik, HDI Hentikan Keanggotaan JE

8 Juli 2022 19:10
Ade Jona Prasetyo

Sosok Ayah Inspirasi Ade Jona Prasetyo Raih Kesuksesan

25 Oktober 2021 13:24
istimewa

Dari Game Mobile Legend, Zeva Christian Buktikan Gen Z Bisa Hasilkan Cuan Miliaran

26 September 2023 16:27
Kertas Basuki Rachmat

Kejagung Sita Aset Kertas Basuki Rachmat Indonesia, Ini Penjelasan Manajemen 

22 Maret 2022 12:00
we Tv (Foto : ist)

WeTV Rilis Fitur Sewa Konten WeTV Original

30 April 2022 00:16
King Kevin, Sosok di Balik Suksesnya Planet Gadget yang Suka Bikin Konten Motivasi di Tiktok

King Kevin, Sosok di Balik Suksesnya Planet Gadget yang Suka Bikin Konten Motivasi di Tiktok

2 Desember 2022 15:06
Allo Bank

Gemar Transaksi, Ali Gunawan Koleksi 7,95 Juta Saham Bank Milik Chairul Tanjung

2 Februari 2022 18:27

Pilihan Redaksi

Nusantara Infrastructure

Bereskan Akuisisi Tol Layang MBZ, Nusantara Infrastructure Lakukan Ini

5 September 2022 09:50
Tatag Rochyadi

Mantan Kadis PUPR Kabupaten Banjarnegara Tatag Rochyadi Dipanggil KPK

24 Agustus 2021 12:18
Elnusa

Melejit 976 Persen, Laba Bersih Elnusa Terkumpul Rp226 Miliar

17 September 2022 14:27
Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pekerja sektor pariwisata di Nusa Dua, Badung, Bali.

Pulihkan Pariwisata, Sandiaga Uno Dorong Percepatan Program Vaksinasi

18 Juli 2021 06:25
PCR

Kebijakan Tarif Baru Tes PCR Tuai Kontroversi

28 Oktober 2021 22:40 - Updated on 29 Oktober 2021 00:33
Korban Kecelakaan Bus di Dupak Surabaya Bertambah

Korban Kecelakaan Bus di Dupak Surabaya Bertambah

5 Maret 2022 18:16
Mahaka Radio

Terpotong 11 Persen, Emiten Asuhan Erick Thohir Rugi Rp21,32 Miliar

26 Juli 2023 11:27
Nicolas Cage & Riko Shibata

Berikut Selebritas Hollywood yang Mengharapkan Bayi di 2022

2 Maret 2022 21:40
Emiten Bandel

Sandang Notasi Khusus 12 Bulan, BEI Kebiri 10 Emiten Ini

20 Juli 2022 17:27
Melepuh 12 Persen, Laba Merck Tersisa Rp130 Miliar

Melepuh 12 Persen, Laba Merck Tersisa Rp130 Miliar

5 November 2023 10:27

About

indoposnews.co.id

“Berita Terbaru Indonesia”
Alamat :
Grand Slipi Tower, Lantai 9 Unit O, Jalan Jend. S. Parman Kav 22-24, Jakarta Barat, DKI Jakarta.
Telepon : 02174773761
Email : redaksiindoposnews@gmail.com

Follow us

Alamat : Grand Slipi Tower, Lantai 9 Unit O, Jalan Jend. S. Parman Kav 22-24, Jakarta Barat, DKI Jakarta. Telepon : 02174773761 Email : redaksiindoposnews@gmail.com

No Result
View All Result
  • Home
  • NEWS
    • Nasional
    • Politik
    • Nusantara
    • Hukum
    • Ibu Kota Negara
    • COVID-19 UPDATE
  • Ekonomi
    • Tekno
  • Olahraga
  • JABODETABEK
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Beauty
    • Health & Fitness
    • Hunian
    • Jalan- Jalan
    • Kids
    • Kuliner
    • Pendidikan
    • Otomotif
  • HIBURAN
    • selebritis
    • Musik
    • Film
      • Review Film
    • Televisi
    • Mancanegara
    • Bollywood
    • K – pop
    • Budaya
  • Opini
  • Indeks

Alamat : Grand Slipi Tower, Lantai 9 Unit O, Jalan Jend. S. Parman Kav 22-24, Jakarta Barat, DKI Jakarta. Telepon : 02174773761 Email : redaksiindoposnews@gmail.com

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
indoposnews.co.idLogo Header Menu