indoposnews.co.id – Film Miracle Cell No.7 layak ditonton semua kalangan. Tidak hanya dewasa, anak-anakpun menikmati permainan apik dan menginspirasi para aktor dan aktris yang terlibat dalam film arahan sutradara Hanung Bramantyo itu.
Bahkan banyak diantaranya yang terharu akan permainan akting mereka. Seperti Dalam video unggahan @amw903 itu nampak seorang anak tak bisa menahan tangis hingga tetap duduk usai film berakhir. Beberapa anak lain mencoba menenanngkan dan menguatkannya.
Video itu mendapat tanggapan dari Psikolog Anak RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Jane Cindy Linardi, M.Psi, Psi. “Film umumnya memang melibatkan emosi-emosi dari setiap karakter. Dari segi penceritaan, penonton dibawa masuk untuk mengenal karakter-karakternya terlebih dahulu, sehingga penonton membangun “empati” terhadap tokoh-tokoh, turut merasakan emosi dari tokoh-tokoh tersebut,” terangnya.
Dengan penggabungan elemen musik, semosi penonton mudah larut. “Musiknya pun dipilih yang sesuai dan biasanya memang musik tersebut tujuannya untuk membangun emosi yang sedang ditampilkan dalam adegan film. Untuk anak-anak yang menangis dan memeluk ortunya setelah menonton, artinya mereka punya kepekaan emosi yang baik,” jelasnya.
Baca Juga : Film Miracle In Cell No 7 Tembus 3 Juta Lebih Penonton di Hari ke 11
Anak-anak yang menangis adalah sebuah kewajaran, artinya mereka bisa “berempati” dengan tokoh dalam film dan ikut merasakan kesedihan. “Bisa juga nanti orang tua-orang tua yang ajak anaknya nonton, tanyakan ke anak, apa yang mereka rasakan setelah nonton film tersebut, nanti bisa digali lebih dalam,” tegasnya.
Jane Cindy yang sudah menonton film itu memuji akting Vino G Bastian. “Kebetulan saya sudah menonton filmya, memang sangat bagus dalam menggambarkan kedekatan hubungan ayah dengan anaknya. Selain itu, Vino G. Bastian (pemeran Dodo) bisa deliver karakter Dodo sebagai individu dengan disabilitas intelektual dengan sangat baik. Hal ini juga bisa membantu masyarakat awam untuk lebih aware dengan kondisi individu dengan disabilitas intelektual,” ujarnya saat dihubungi Selasa, 20 September.
Menurut Jane, terlihat juga bagaimana anak (Kartika), berperan menjadi “orang tua” bagi bapaknya yang punya kondisi khusus. Hal ini sebetulnya banyak terjadi juga di dunia nyata, anak merawat orang tuanya karena kondisi ortu yang tidak memungkinkan sehingga bisa membuat anak tergugah empatinya.
“Dan di film ini bagus sekali digambarkan soal konsep “anak mengasuh ortu” pada adegan Kartika menyiapkan bekal, handuk, dan baju ganti untuk bapaknya bekerja, kemudian mengingatkan ayahnya untuk makan, dan ketika bapaknya bekerja jualan balon pun, anaknya yg mengantarkan balon-balonnya dan meminta fee yang fair ke pembeli,” terangnya. (ash)