indoposnews.co.id – PT Indosat Ooredoo (ISAT) dan PT Hutchison Tri Indonesia (Tri) resmi melebur. Kedua usaha tersebut kini bernaung di bawah bendera PT Indosat Ooredoo Hutchison. Menyusul transaksi itu, valuasi perusahaan akan mencapai USD6 miliar atau Rp85,26 triliun dengan asumsi kurs Rp14.210 per dolar Amerika Serikat (USD). Tidak hanya menggabungkan aset, perusahaan juga menggabungkan seluruh operasional, dan kinerja seluruh elemen.
Soal nasib karyawan tidak setuju dengan aksi korporasi kedua perusahaan? Berdasar prospektus penggabungan usaha, ketentuan penyelesaian hak-hak karyawan diatur melalui Pasal 154(A) Undang-Undang Ketenagakerjaan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja juncto Pasal 41 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca juga: Pabrik Hot Strip Mill 2 Resmi Beroperasi
Pada beleid itu terungkap, pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja karena alasan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan, dan pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja. ”Pekerja berhak atas uang pesangon, uang penggantian masa kerja, dan uang penggantian hak,” tutur Gilang Hermawan, Corporate Secretary Indosat, kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/9).
Perusahaan penerima penggabungan usaha akan terus mengkaji struktur organisasi telah digabungkan, dan efisiensi operasional diantisipasi. Itu juga mencakup percampuran keterampilan, persyaratan kompetensi, dan pengembangan staf sebagai suatu proses sedang berlangsung. Setiap keputusan soal perubahan ketenagakerjaan dan/atau organisasi akan mengikuti praktik industri yang relevan perihal rancang ulang organisasi.
Baca juga: Wall Street Merosot, Pemodal Cermati Krisis China Evergrande Group
Dampak rancang ulang organisasi pada perusahaan mencakup aspek hubungan industrial akan mengikuti seluruh proses diperlukan sesuai hukum, peraturan berlaku, dan akan mempertimbangkan praktik relevan tentang ketenagakerjaan. ”Pengembangan setiap paket pesangon, dan rancangan komunikasi kepada karyawan terdampak akan mempertimbangkan aspek prinsip keadilan,” urainya.
Kondisi itu, untuk memastikan transisi mulus, meminimalkan kemungkinan gangguan terhadap bisnis, membangun kepercayaan, dan keyakinan bagi perusahaan penerima penggabungan usaha. ”Seluruh karyawan akan diperlakukan wajar, dan adil tanpa melihat awalnya dipekerjakan Tri atau Indosat,” tegasnya. Jadi, para pekerja di Tri yang memutuskan tidak bergabung dengan perusahaan penerima penggabungan usaha berhak untuk mendapat pembayaran pesangon sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. (abg)