Indoposonline.net – Kebutuhan vaksin COVID-19 menjadi harga mati. Sejumlah Negara berlomba-lomba untuk memproduksi vaksi sehingga aktivitas kembali normal. Di Negara Thailand mencoba untuk mendapatkan 35 juta dosis vaksin COVID-19 dari dua atau tiga perusahaan tahun ini.
”ini semua selain pesanan yang telah ada untuk sekitar 65 juta dosis, kata Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, Rabu (21/4).
Produksi vaksis untuk kembutuhan masyarakat ini didorong oleh lambatnya pemerintah setempat dalam mendapatkan lebih banyak vaksin. Dengan hanya 604.947 orang yang diinokulasi sejauh ini, atau kurang dari 1 persen populasi Thailand.
Baca juga : Update! Vaksin Sinovac dari China Tiba di Indonesia
“Saya telah memerintahkan agar kami mendistribusikan dan mengelola semua vaksin yang dapat kami temukan paling lambat Desember,” ujar dia, menambahkan..
Prayuth tidak menyebutkan merek vaksin tersebut, atau merinci apakah 35 juta dosis yang dimaksud termasuk 5 hingga 10 juta dosis vaksin Pfizer dan BioNTech yang dia umumkan sedang diupayakan pada Selasa (20/4).
Setelah sukses awal dalam menahan COVID-19, Thailand sedang melawan gelombang baru virus corona yang mencakup varian B.1.1.7 yang sangat mudah menular.
Baca juga : Kasus Covid-19 Meledak, Kota New Delhi Selaksa Kuburan
Wabah baru telah menyebabkan lebih dari sepertiga dari 46.643 kasus di Thailand, dengan 110 di antaranya meninggal dunia. Negara itu melaporkan 1.458 infeksi baru dan dua kematian pada Rabu. Rencana vaksinasi masal dipusatkan pada 61 juta dosis vaksin AstraZeneca buatan lokal, dan putaran pertama dijadwalkan pada bulan Juni.
Untuk inokulasi awal, Thailand telah menerima 2 juta dosis vaksin Sinovac Biotech dan telah memesan 1,5 juta dosis lagi, dengan 500.000 dosis akan tiba pada Sabtu (24/4) dan sisanya bulan depan. Thailand juga telah mengimpor 117.000 dosis vaksin AstraZeneca.
Pakar kesehatan mempertanyakan keputusan pemerintah untuk tidak menggunakan fasilitas berbagi vaksin internasional COVAX, yang telah menyediakan vaksin ke 100 negara termasuk Filipina, Vietnam, dan Korea Selatan. “Kita melewatkan kesempatan dengan tidak bergabung dengan COVAX,” kata kepala Pusat Penyakit Menular Palang Merah Thailand Thiravat Hemachudha.
Namun, pemerintah berpendapat bergabungnya Thailand dengan COVAX berisiko meningkatkan biaya dan waktu pengiriman yang tidak pasti. (mid)
Baca juga : Pembatasan Aktivitas di Negara Swedia Mulai Longgar
Sumber: Reuters