Indoposonline.NET – Kementerian Koperasi dan UKM akan terus membangun, dan memperkuat bisnis model sektor pangan. Itu penting supaya bisa masuk skala ekonomi. Karena itu, petani dengan lahan sempit harus mendirikan koperasi. ”Dengan berkoperasi, para petani tidak perlu memikirkan produk akan dijual kemana. Koperasi akan berhadapan dengan pasar, ada kepastian harga, dan pasar bagi produk,” tutur Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Koperasi harus memiliki kemampuan finansial untuk membeli seluruh hasil pertanian dari petani. Karena itu, kelembagaan koperasi harus terus diperkuat agar mampu menjadi Off Taker bagi produk pangan para petani. Pilot Project dan bisnis model sektor pertanian ada di Lampung (pisang), Aceh (kopi), dan sebagainya. ”Nanti bisa direplika berbagai daerah lain,” tegas Teten.
Baca juga: GMF AeroAsia Maksimalkan Bisnis Industri Pertahanan, dan Kelistrikan
Sementara itu, Ngahadi Hadi Prawoto Ketua Koperasi Petani Max Yasa menjelaskan, Tani Bangga Store (minimarket atau pasar modern) didirikan untuk mencetak petani-petani lebih modern dalam pola pikir, proses produksi, dan berorientasi ekspor. ”Sejak awal tanam hingga proses petik hasil, kami mendampingi para petani agar mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan kemasan produk baik,” ucap Ngahadi.
Ngahadi, menyebut Tani Bangga Store menyediakan segala kebutuhan dapur para ibu. Tidak hanya menyediakan komoditas sayuran dan buah-buahan, juga produk lain, seperti ikan, daging, minyak goreng, dan lain-lain. Untuk pengembangan usaha itu, tidak sedikit bank (BUMN dan swasta) menawarkan kredit berbunga sangat rendah. Namun,” Ngahadi memilih menjadi anggota koperasi. Dan, setelah berkembang, mendirikan koperasi yaitu Koperasi Petani Max Yasa, yang berarti menuju kemakmuran dalam bahasa Sansekerta.
Baca juga: Persada Capital Borong 550 Ribu Saham Emiten Milik Sandiaga Uno
Koperasi Max Yasa baru didirikan pada Februari 2020. Kini membina sekitar 500 petani di Purbalingga sejak 2014 lalu. Sebagai Off Taker, Ngahadi melakukan aneka pendampingan, dan pembinaan para petani. Mulai menyediakan bibit unggul, pupuk, cara menanam, memetik dengan baik, dan pemasaran.
Ngahadi mencontohkan petani buncis jenis kenya dan lokal. Sebelum mendapat pembinaan dan pendampingan, petani hanya mampu enam kali petik. Kini sudah mampu 24 kali petik dengan hitungan sehari petik sehari tidak dalam tempo dua bulan. Dari sisi harga pasaran buncis, Ngahadi berani membeli dari petani dengan harga tinggi, di atas harga pasar. Misalnya, pernah harga buncis anjlok hingga hanya Rp500 per kilogram (kg). Tapi, Ngahadi tetap membeli dari petani dengan kisaran harga Rp5.000-10.000.
Baca juga: Ini Modal BI Lawan Tapering Off AS
Ngahadi mengaku sejumlah komoditas hasil anggota koperasi sudah masuk pasar ekspor. Seperti labu madu, tomat, daun pisang, dan uni, dikirim ke Singapura. Sedang buah rambutan, pernah menghiasi pasar Dubai. ”Selain ekspor, kami juga memasok komoditas kentang 320 ton ke industri besar Wings Food sejak 2020,” bebernya.
Ngahadi bersama petani Purbalingga sudah melakukan ekspor rutin hasil pertanian (buncis) ke Singapura. Sebelum pandemi volume ekspor mencapai 1,5 ton per hari. Tetapi, pada saat pandemi, mengalami penurunan volume ekspor 50 persen menjadi 700 kg buncis Kenya per hari, dan 700 kilogram buncis lokal per hari. Sedang untuk harga jual, komoditas buncis Kenya Rp18 ribu per kilogram, dan buncis lokal Rp12 ribu per kilogram. Pengiriman buncis dilakukan Senin-Kamis menuju Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Saat ini, ekspo dilakukan Koperasi Max Yasa masih dalam bentuk komoditas segar. ”Selanjutnya, kami mengarah dan masuk industri olahan,” harapnya. (abg)