indoposnews.co.id – Zulfani, bintang utama Laskar Pelangi kala masih kelas 1 SMP, sudah mencoba berjuang di Jakarta. Kuliah sinematografi di Institute Kesenian Jakarta (IKJ). Bekerja di bidang perfilman. Ia kalah di Jakarta. Terutama oleh Covid-19. Sebenarnya, ia tidak kalah sendirian. Jutaan, miliaran, orang kalah oleh pandemi. Ia pulang kampung ke Belitong. Kalah lagi. Lebih telak: terlibat kriminalitas. Mungkin Zul masuk penjara. Itu kalau terbukti melakukan tindak pidana mengancam dengan senjata tajam.
Mestinya hukuman tidak berat. Tapi hukuman dari medsos sudah terlalu berat. Ia digambarkan seolah menjual istri secara eceran. Padahal, bisa jadi kenyataanya lebih rumit dari itu. Dengan tuduhan mengancam orang lain, mungkin hukuman hanya tiga sampai lima bulan. Atau hukuman percobaan. Itu habis dipotong masa tahanan kini hampir 1,5 bulan. Zul bisa bangkit kalau mau. Kalau Belitong mau. Wartawati Belitong Yusnani membuat tamsil khas untuk menggambarkan kriminal melibatkan Zul itu.
Tamsil itu dia ambil dari sosio-budaya lokal: anak-anak mencuri mangga. Saya ngobrol panjang dengan satu-satunya wartawan sudah mewawancarai Zulfani di ruang tahanan Polres Belitong itu. “Kasus ini saya ibaratkan mirip anak kampung mencuri mangga,” ujarnyi. Yusnani lebih 10 tahun menjadi wartawan di Jakarta. Ternyata saya pernah sekantor dengan dia. Yusnani ingat apa saja kelakuan saya di kantor itu. Setamat SMA di Belitong, Yusnani kuliah Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP).
Baca juga: Terbanglah Pelangi!
Terkenal sebagai kampus kritis. Yang jurusan jurnalistiknya sangat menonjol. Yusnani akhirnya pulang ke Belitong. Dia ingin merawat ibunyi. Di Belitong dia mendirikan tabloid Belitong Bertuah. Masih bertahan sampai sekarang. Mencuri mangga itu, kata Yusnani, memang kriminal. Tapi anak-anak di kampung mencuri mangga bisa karena kesal: minta baik-baik tidak diberi. Mengambil mangga sudah jatuh dihardik. Anak-anak mencuri mangga, selain kriminal, ada unsur meledek si pemilik pohon.
Dari hasil obrolan dengan Zul di sel tahanan polisi, Yusnani yakin Zul tidak seperti digambarkan medsos. Bisa jadi, ada pikiran jahil di anak-anak muda semobil itu (Lihat Disway Kamis-Jumat). Pikiran mereka lagi nakal: mencari uang kecil dengan cara meledek laki-laki yang bukan baik-baik saja. Sejenis pikiran nakal untuk mengambil harta dari orang nakal. Zul, menurut Yusnani, tidak sampai pada tingkat menjual istri beneran. Ia hanya seolah-olah akan menjual. Hanya untuk ngerjai orang nakal.
Atau nakal beneran. Bahkan, jangan-jangan justru sang istri yang punya ide. Bisa saja berdasar pengalamannyi sendiri sebagai member di aplikasi MiChat: tidak mungkin ada laki-laki berani memperkarakan perbuatan yang akan membuat pelakunya malu. Pun bisa merusak rumah tangganya. Wartawan seperti Yusnani yakin perkara ini masih di batas kenakalan anak-anak muda. Bukan kejahatan besar terhadap orang baik-baik. Saya sendiri sulit mengambil kesimpulan.
Baca juga: Kabut Pelangi
Waktu saya hanya 18 jam di Belitong. Dipotong tidur 5 jam, urusan pribadi, olahraga senam masal 1,5 jam. Lalu harus bermobil ke Belitong Timur menghabiskan waktu 3 jam pulang pergi. Saya harus ke Beltim. Saya bisa kuwalat Ahok dan Yusril Ihza Mahendra kalau tidak mampir kampung mereka di Gantung.
Kata Yusnani: perbuatan kriminalnya memang ada. Motifnya belum ketahuan. Media terlalu minim menggali motif di balik perbuatan kriminal Zulfani itu. Tentu harga mangga hanya Rp10 ribuan. Bentuknya juga kecil agak bulat –kecuali mangga yang merekah. Sedang harga wanita di aplikasi MiChat ini Rp500 ribu. Bentuknya tidak bulat, hanya merekah. (Dahlan Iskan)