Indoposonline.NET – PT Bukalapak.com (BUKA) melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021 mendatang. Aksi Bukalapak menarik perhatian, sebagai perusahaan teknologi industri e-commerce Indonesia pertama.
IPO Bukalapak juga membuka lebar-lebar kondisi keuangan marketplace tersebut. Maklum perusahaan teknologi besar Indonesia masih identik dengan buang-buang duit.
Baca juga: Soal Holding Ultra Mikro, Ini Kata LPS
Bukalapak membukukan pertumbuhan kinerja keuangan tiga tahun terakhir. Sepanjang tahun lalu, Bukalapak masih membukukan kerugian cukup besar. Pendapatan bersih tahun lalu tercatat Rp1,352 triliun, tumbuh 25,55 persen dibanding tahun 2019. Seiring lompatan pendapatan bersih, biaya marketing dan penjualan menurun 34,57 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp1,520 triliun.
Ini membuat rugi operasi Bukalapak menyusut dari 2,841 triliun pada 2019 menjadi Rp1,838 triliun pada 2020. Rugi tahun berjalan diatribusikan ke pemilik entitas induk pada 2020 mencapai Rp 1,349 triliun. Nilai kerugian menyusut dibanding 2019 lalu mencapai Rp2,795 triliun.
Baca juga: Timah Habiskan Dana Eksplorasi Rp40,92 Miliar
Setelah IPO, Bukalapak fokus memberdayakan 13,5 juta UMKM luring dan daring melalui pemanfaatan teknologi. Upaya ini dilakukan untuk terus membuka peluang baru bagi para UMKM. ”Kami melihat sebagai perusahaan All Commerce, dibandingkan sekadar menjadi sebuah platform E-commerce masyarakat sehari-hari,” tutur CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin, via virtual, Jumat (9/7).
Dengan fokus memberdayakan 13,5 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) luring dan daring melalui pemanfaatan teknologi, saat Bukalapak mulai di kamar kos 11 tahun lalu, kini telah membantu lebih dari 7 juta UMKM luring dan memungkinkan toko kelontong tradisional didigitalkan tergabung dalam Mitra Bukalapak. (abg)