Indoposonline.net – Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menetapkan kembali peringkat idAA- PT Kimia Farma (KAEF), Medium Term Notes (MTN) Tahun 2019, dan peringkat idAA-(sy) MTN Syariah Mudharabah Tahun 2019.
Outlook negatif bertahan mengantisipasi leverage keuangan dan proteksi arus kas tidak mengalami perbaikan sesuai ekspektasi, kalau pendapatan dan pengakuan EBITDA lebih rendah di tengah pandemi. Pada kuartal 1 2021, Kimia Farma telah mendapat mandat dari pemerintah untuk mendistribusikan vaksin gotong royong dari Sinopharm untuk mempercepat proses vaksinasi lokal. Pada akhir April 2021, Kimia Farma sudah mendapatkan kontrak pembelian vaksin gotong royong sebanyak 7,5 juta dosis dari Sinopharm.
Baca juga: Perluas Jangkauan Layanan Pasar, Jasa Armada Gandeng Pelando II
Meski begitu, Pefindo belum sepenuhnya memasukkan program tersebut ke peringkat saat ini, karena program itu, mungkin secara proses akan mengalami penundaan. Kalau program itu sukses, Kimia Farma berpotensi menerima pendapatan dan keuntungan untuk memperbaiki leverage keuangan. Obligor berperingkat idAA memiliki kemampuan sangat kuat memenuhi komitmen keuangan jangka panjang dibanding obligor sejenis. Tanda Kurang (-) menunjukkan peringkat itu relatif lemah dan di bawah rata-rata kategori bersangkutan.
Akhiran (sy) bermakna peringkat mempersyaratkan pemenuhan prinsip Syariah. Peringkat itu, mencerminkan peran strategis Kimia Farma dalam menyediakan obat-obatan tertentu untuk kebutuhan nasional, posisi pasar kuat di industri farmasi, dan operasi bisnis terintegrasi. Peringkat itu, dibatasi leverage keuangan tinggi dan proteksi arus kas lemah, dan marjin profitabilitas rendah.
Baca juga: Tol Ujung Pandang Resmi Bertarif, Cek Nominalnya
Peringkat dapat diturunkan kalau leverage keuangan tetap tinggi dan proteksi arus kas tetap lemah dalam jangka dekat tidak sesuai proyeksi. Peringkat juga bisa berada dalam tekanan apabila margin keuntungan perusahaan semakin menurun sebagai akibat pelemahan nilai mata uang rupiah. Itu mengingat mayoritas bahan baku perusahaan masih impor, dan apabila pendapatan lebih rendah dari proyeksi. Outlook akan direvisi menjadi stabil kalau perusahaan secara signifikan menurunkan tingkat utang secara berkelanjutan akan menyebabkan rasio leverage keuangan dan proyeksi arus kas lebih baik.
Sebagai perusahaan farmasi terbesar milik negara, Kimia Farma tidak hanya fokus pada kegiatan produksi obat tetapi juga kegiatan perdagangan, distribusi, dan kegiatan ritel. Kegiatan perdagangan dan distribusi Kimia Farma dijalankan salah satu anak perusahaan yaitu PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) memiliki 49 cabang nasional per 31 Desember 2020. Sementara aktivitas ritel dijalankan anak usaha lain yaitu PT Kimia Farma Apotek (KFA) mengelola 1.278 apotek, 451 klinik kesehatan, 75 laboratorium, 3 klinik kecantikan, dan 10 optik per 31 Desember 2020, dan Kimia Farma Dawaa Co. Ltd. mengelola 18 apotek, dan 2 gudang di Arab Saudi per 31 Desember 2020.
Baca juga: Optimistis Koleksi Laba Bersih Rp3,5 Triliun, Ini Jurus Jitu Bank Mega
Kimia Farma memiliki 12 fasilitas produksi berlokasi di Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon, Medan, Cikarang, dan Denpasar menghasilkan beberapa jenis produk termasuk produk kesehatan konsumen, obat generik, obat ethical bermerek, obat antiretroviral, narkotika, kontrasepsi, dan bahan baku obat. Komposisi pemegang saham perusahaan per 31 Desember 2020 yaitu PT Bio Farma 90,02 persen, Pemerintah Indonesia 0,01 persen, PT Asabri 4,44 persen, dan publik 5,53 persen. (abg)