indoposnews.co.id – SAYA percaya dengan penilaian Prof Dr Jimly Assiddiqie: pencalonan Gibran sebagai wakil presiden tidak direncanakan sejak awal. Itu seperti takdir. Akhirnya, Gibran Rakabuming Raka benar-benar terpilih sebagai wakil presiden di Pemilu Rabu kemarin. Pasangan Prabowo-Gibran menang telak: nyaris 60 persen. Itu bagian takdir Gibran: usia 36 tahun terpilih sebagai wakil presiden.
Orang pun mulai bicara: Gibranlah presiden Indonesia lima tahun mendatang. Lalu lima tahun berikutnya lagi. Saat berhenti sebagai presiden 15 tahun mendatang usianya masih 51 tahun. Saat itu, usia Anies Baswedan 70 tahun. Segitu juga usia Ganjar Pranowo. Di luar dugaan. Pasangan Anies-Muhaimin Iskandar hanya menang di Aceh, dan Sumbar. Di Jakarta masih imbang. Demikian juga di Riau.
Yang juga mengejutkan hasil pasangan Ganjar-Mahfud MD: hanya sekitar 17 persen. Kalah jauh dari Anies sekitar 26 persen. Jateng dan Bali pun jebol: untuk Pilpres. Tapi perolehan suara PDI-Perjuangan masih tetap jaya di dua basisnya itu. Ini pertanda cinta PDI-Perjuangan belum tentu memilih Ganjar-Mahfud. Bisa juga: caleg-caleg PDI-Perjuangan lebih fokus pada nasib mereka sendiri di DPR.
Baca juga: Pembaca Disway : Entahlan
Yang kelihatan meleset PSI: bisa tidak lolos ambang batas parlemen. Jelas sekali penyebabnya: saat putra kedua Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, menjadi ketua umum PSI, Pemilu sudah di depan mata. PSI sudah menetapkan calon anggota DPR. Caleg kurang punya daya tarik tidak bisa diganti. Awalnya, kata Jimly di podcastnya Wahyu Muryadi, Jokowi ingin Prabowo berpasangan dengan Ganjar.
Keduanya sering diajak ke sawah. Tapi Megawati tiba-tiba mengumumkan Ganjar sebagai capres. PDI-Perjuangan kan pemenang Pemilu, masak hanya di posisi Cawapres. Setelah Ganjar jadi capres, semua partai anggota koalisi pemerintah mengincar posisi cawapres. Golkar mengajukan Airlangga Hartarto, ketumnya. PAN mengajukan Erick Tohir. Demokrat mengajukan AHY.
PKB mengajukan Muhaimin. Koalisi terancam pecah. Sudah pecah kecil: Muhaimin ke Anies. Mulailah dicari cawapres alternatif. Yang bisa membuat semua partai bersatu kembali: disebutlah nama Gibran. Berhasil. Bagian dari nasib baik anak pertama Presiden Jokowi. Pemilu sudah berlalu. Tentu masih akan ada perlawanan hukum dan politik. Tapi selisih perolehan suara begitu besar apakah masih perlu dipersoalkan.
Baca juga: Sayonara Kang Emil
Bila suara Anies dan Ganjar digabung belum menyamai perolehan Prabowo-Gibran. Indonesia perlu move on. Waktunya Indonesia mulai kerja lagi. Sisi baik dari terpilihnya Prabowo-Gibran adalah: kita tidak perlu melewati masa yang disebut mayat berjalan. Prabowo-Gibran baru akan dilantik lebih enam bulan lagi. Selama penantian itu pemerintah yang sekarang tetap bisa kerja keras.
Bayangkan kalau terpilih Anies atau Ganjar, maka pemerintah seperti mayat berjalan. Prabowo tampil sejuk tadi malam. Baju kotak-kotak biru mudanya terlihat sederhana. Demikian juga Gibran. Dengan baju serupa. Tanpa dikancing. Kaus dalam warna hitam mencerminkan penampilan mudanya. Acara tadi malam itu meriah. Di Istora Senayan. Penuh. Meriah. Bukan perayaan kemenangan tapi meriah.
Baca juga: Ganti Nama
Prabowo menyebut nama-nama tokoh yang hadir. Termasuk menyebut nama mantan istrinya: Titiek Soeharto. Saat nama Titiek disebut, ruang Istora gemuruh. Riuh. Riuh dengan sorakan. Teriakan. Mereka memberi semangat agar keduanya rujuk kembali. Prabowo berseri. Titiek berdiri, melambaikan kedua tangan. Bahkan kedua tangan itu seperti membentuk doa agar permintaan massa itu dikabulkan Tuhan.
Prabowo tetap menduda. Pun ketika sudah 25 tahun bercerai. Demikian juga Titiek. Tidak kawin lagi. Keduanya bercerai bukan karena saling sakit hati. Atau karena PIL dan WIL. Itu perceraian politik. Semoga politik juga menyatukan kembali. Toh hubungan keduanya tidak pernah jauh. Titiek sering terlihat di rumah Prabowo. Pemilu sudah berlalu. Belum ada ucapan selamat dari Anies, dan Ganjar. Setidaknya tidak ada klaim kemenangan dari mereka. (Dahlan Iskan)