indoposnews.co.id – Pembatasan sosial atau social distancing di masa pandemi COVID-19 ternyata dapat mempengaruhi tiga aspek penting dalam tumbuh kembang anak, kata psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener.
“Apa saja aspek-aspeknya? Yaitu dari perkembangan bahasa dan kognitif, perkembangan motorik dan sensorik, dan perkembangan sosial dan emosional,” ujar Samanta dalam sebuah acara virtual pada Kamis.
Dari aspek perkembangan bahasa dan kognitif, Samanta mengatakan banyak studi yang mengemukakan bahwa social distancing menyebabkan speech delay atau keterlambatan dalam berbicara.
Baca juga: BRIN Edukasi Anak-Anak Cintai Lingkungan
“Bahkan ada anak yang kata pertamanya bukan mama papa atau ibu bapak lagi, tapi mask atau masker. Saking yang dilihat itu-itu lagi dan selalu jadi pembahasan di dalam rumah,” imbuh Samanta.
Sementara itu, dari aspek perkembangan motorik dan sensorik, Samanta menjelaskan banyak anak yang mengalami keterbatasan ruang gerak.
Sejak pandemi, anak-anak yang biasanya selalu bermain di sekolah maupun di taman, kini tak bisa lagi melakukan aktivitas tersebut. Apalagi, menurut Samanta, situasi di setiap rumah tentu berbeda-beda.
Sedangkan dari aspek perkembangan sosial dan emosional, pandemi membuat anak merasa cemas jika bertemu langsung dengan orang lain, terutama yang baru dia temui. “Mereka enggak bisa main, padahal kan biasanya anak bersosialisasi. Bahkan, saat ketemu orang itu mereka cemas. Biasa ketemu melalui video call, ketika bertemu langsung ada keanehan sosial, cemas, malu. Mereka butuh waktu lama untuk bisa observasi lagi,” ujar Samanta.
Baca juga: Anak Komedian Sule, Rizky Febian Terseret kasus Doni Salmanan
Selain itu, Samanta mengatakan penggunaan gawai yang berlebihan selama pandemi juga meningkatkan pengaruh terhadap ketiga aspek tersebut karena anak tidak mendapatkan stimulasi yang tepat. Akibatnya, anak-anak akan menjadi lebih individualis, egosentris, cepat bosan, dan sering tantrum.
Oleh karena itu, Samanta mengingatkan pentingnya peran orang tua untuk selalu memberikan stimulasi agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Beberapa contoh kegiatan yang dapat menstimulasi anak, menurut Samanta, di antaranya dengan membacakan buku-buku bergambar, mengajak anak melakukan kegiatan seni, main ‘pura-pura’, hingga menarasikan proses sosial yang terjadi.
“Menarasikan proses sosial yang terjadi misalnya kalau ada keluarga datang, sampaikan mereka datang dari mana, berapa lama perjalanannya. Kemudian main pura-pura itu misalnya orang tua jadi ibu guru, anak kita jadi dokter, nanti dari situ dia tahu dan akan siap ketika menghadapi kondisi yang sebenarnya,” ujar Samanta.
“Di masa yang menantang ini, orang tua memang harus lebih kreatif dalam menciptakan berbagai aktivitas yang juga dapat memberikan stimulasi untuk anak,” pungkasnya. (rim)