indoposonline.NET – Situasi pandemi Covid-19 di Jakarta semakin mengkhawatirkan, karena per 24 Juni, penambahan kasus harian positif Covid-19 di Jakarta mencatatkan rekor baru sejak awal pandemi, yakni bertambah 7.505 kasus.
Di saat bersamaan, tingkat pemakaian tempat tidur di RS untuk isolasi mandiri telah mencapai 90 % dan ruang ICU yang terpakai 86 % dari kapasitas seluruh RS di Jakarta. Sebagai catatan, tingkat okupansi ruangan tersebut melebihi ambang batas maksimal okupansi yang ditentukan Kemenkes sebesar 70 %.
“Yang sebenarnya perlu dicermati bukan hanya besaran jumlah kasus, tapi peningkatan per harinya ini juga luar biasa. Kenapa? Karena ini berkorelasi dengan pemakaian ruang ICU dan ruang isolasi kita sudah dibatas maksimal Kemenkes 70 %,” kata Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Idris Ahmad, dalam diskusi online bertema “Update Situasi Pandemi Covid-19” yang digelar DPP Partai Solidaritas Indonesia, belum lama ini.
Baca juga : Dibintangi Deretan Artis Muda, Berikut Sinopsis Sinetron “17+”
Idris mengakui, meskipun Pemprov DKI sudah menambah tempat tidur dari 1.014 tempat tidur di akhir Mei lalu menjadi sebanyak 9.155 tempat tidur pada 21 Juni, penambahan kapasitas tempat tidur itu masih belum sebanding dengan lonjakan pasien Covid-19.
Terlebih, saat ini RSD Wisma Atlet Kemayoran tidak bisa menerima lagi pasien baru dan dialihkan ke RSUD tipe B dan D.
Yang juga jadi perhatian Fraksi PSI, kata Idris, tentang peningkatan jumlah anak-anak yang terpapar Covid-19. Data yang dia pegang, pada 21 Juni, terjadi penambahan 195 kasus anak positif Covid-19 yang berada di rentang usia 0 – 5 tahun (3,49 %), lalu 598 kasus dari usia 6 – 18 tahun (10,71 %).
“Yang menjadi perhatian kami di PSI Jakarta adalah, selain kasus yang meningkat secara signifikan secara umum, ada peningkatan kasus Covid-19 pada anak yang juga meningkat, ini yang menurut saya sangat perlu dicermati, karena mereka adalah kelompok rentan,” lanjut alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini.
Karena itu, dia menilai, Pemprov DKI Jakarta mesti membatasi atau melarang anak-anak memasuki tempat dan fasilitas umum. Tujuannya agar anak-anak tidak menjadi kelompok rentan baru dalam peta korban Covid-19.
“Kami meminta anak untuk dibatasi masuk ke tempat-tempat umum, ini bisa mengurangi risiko penularan Covid-19 pada anak-anak,” ujar Idris.
Menyikapi situasi yang kian mengkhawatirkan di Jakarta, Fraksi PSI merekomendasikan beberapa hal. Termasuk mengingatkan kembali masukan PSI untuk Pemprov DKI Jakarta pada Februari 2020 lalu.
Saat itu, dalam konferensi pers, Idris meminta pengawasan keluar-masuk dan pergerakan manusia di bandara diperketat. Fraksi PSI pun telah meminta Gubernur Anies untuk menarik rem darurat pada 17 Juni.
“Sejak Februari 2020, kita sudah mengingatkan pengawasan pintu masuk kita (bandara), dan banyak hal sudah kita rekomendasikan. Bahkan, pada 17 Juni kita sudah minta rem darurat ditarik dalam 4 hal, yaitu menurunkan batas kerumunan di fasilitas umum dan perkantoran, memperluas micro-lockdown zona merah, meningkatkan dukungan fasilitas kesehatan, dan membatasi pergerakan antardaerah,” papar Idris.
Idris juga menambahkan, setidaknya ada 3 faktor yang memperburuk pandemi Covid-19 di Jakarta. Pertama, lemahnya penerapan tracing kasus Covid-19. Kedua, rendahnya kapasitas Labkesda, dan ketiga, terbatasnya kamar isolasi dan ruangan intensif.
Sedangkan spesialis penyakit dalam dan vaksinolog, dr. Dirga Sakti Rambe juga menjadi narasumber, berharap anggota legislatif di daerah bisa mendorong eksekutif (Kepala Daerah) untuk membuat kebijakan pembatasan mobilitas warga, termasuk menutup tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan dan penerapan work from home penuh bagi pekerja.
“Teman-teman di legislatif harus bisa mendorong eksekutif untuk betul-betul menerapkan kebijakan pembatasan mobilitas. Itu sangat krusial paling tidak untuk 2 atau 4 minggu di depan, pemerintah daerah harus betul-betul mendorong orang di rumah, WfH, menutup tempat wisata dan kurang esensial lainnya,”
Menyikapi perdebatan tentang penguncian wilayah atau lockdown, menurut dr. Dirga, hal itu bukanlah upaya penting untuk mengakhiri pandemi apabila tidak dibarengi peningkatan kapasitas testing dan tracing.
“Kedua, memperkuat 3T. Karena kita tahu bahwa itu (3T) masih kurang. Saya gak suka terjebak dalam perdebatan lockdown atau gak lockdown, karena lockdown gak ada manfaatnya tanpa disertai testing dan tracing,” tambahnya.
Dia juga meminta pemerintah daerah mengakselerasi vaksinasi kepada warganya. Kekebalan kelompok sebagai tujuan akhir vaksinasi, hanya akan tercapai jika mayoritas rakyat Indonesia sudah divaksinasi.
“Terakhir, vaksinasi. Karena vaksinasi baru terasa manfaatnya kalau cakupan vaksinasi sudah luas. Kalau cakupannya kayak sekarang ini, belum akan terasa manfaatnya,” pungkas dia. (ash)