indoposnews.co.id – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD, menilai adanya kolaborasi antarlembaga dapat menjadikan penanggulangan bencana berjalan efektif dan efisien.
Pasalnya, penanggulangan bencana pada praktiknya selalu melibatkan berbagai lembaga, mulai dari BNPB, BPBD, Badan SAR Nasional, TNI dan Polri.
Oleh karena itu, dia saat memberi sambutan pada Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2022 di Jakarta, Rabu, mendorong adanya penguatan kolaborasi antarlembaga.
“Kolaborasi perlu diperjelas dan dioptimalkan untuk memastikan respon layanan yang dibutuhkan untuk masyarakat, serta untuk menghindari tumpang tindih tugas,” kata dia, saat menyampaikan sambutan secara virtual. Ia menyadari tumpang tindih tugas dan ego sektoral kerap terjadi dalam penanggulangan bencana.
Baca Juga : Mahfud MD Dorong DKI Perkuat Saber Pungli
Ia pun mengusulkan adanya berbagai kegiatan dan program yang dibentuk bersama-sama demi mengantisipasi tumpang tindih serta menghilangkan ego sektoral tersebut.
“Misalnya, bisa dibentuk antara lain pusat pelatihan bersama untuk menangani bencana agar masalah komando, kerja sama, komunikasi, koordinasi dapat diatasi,” kata dia.
Ia menyampaikan latihan bersama itu juga bagian dari sistem peringatan dini.
Dalam kesempatan itu, ia memuji pendekatan pentahelix yang telah dilakukan BNPB dalam penanggulangan bencana. Pentahelix merupakan pendekatan yang mengedepankan kolaborasi antara pemerintah, media, komunitas masyarakat, pelaku usaha, dan akademisi.
“Tidak mungkin bencana ditangani hanya pemerintah, apalagi subunit-nya. Semuanya harus bekerja sama,” kata dia.
Dalam sambutannya itu, dia juga menyoroti berbagai persoalan terkait dasar hukum yang menjadi penanggulangan bencana. Dalam beberapa situasi darurat, dasar hukum itu tidak selalu tersedia untuk kebijakan penanggulangan bencana pemerintah.
Namun, dia menilai pada situasi darurat itu harus dipahami bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi suatu negara (Salus Populi Suprema Lex Esto) sebagaimana pernah disampaikan ahli filsafat asal Italia, Cicero.
Ia menerangkan asas Salus Populi Suprema Lex Esto terbagi dalam tiga hal, yaitu semua hukum dibuat demi keselamatan rakyat, hukum harus dibuat segera untuk menjamin keselamatan rakyat, dan jika hukum tidak dapat segera dibuat, maka yang lebih penting adalah negara wajib bertindak demi menyelamatkan rakyatnya.
Mahfud mencontohkan pemerintah telah menerapkan asas itu terutama saat awal penanggulangan pandemi Covid-19.
“Misalnya, pemerintah dalam konteks coronavirus disease ini membuat Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). Itu langkah-langkah cepat karena hukumnya (saat itu) tidak ada,” kata dia. (mid)
Sumber (*)