indoposnews.co.id – Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah menurunkan peringkat PT J Resources Asia Pasifik (PSAB), dan obligasi berkelanjutan I menjadi idBBB dari idA. Lalu, merevisi outlook perusahaan menjadi CreditWatch dengan implikasi negatif dari sebelumnya stabil.
Tindakan itu, mencerminkan peningkatan risiko pembiayaan kembali, dan likuiditas dipicu permintaan salah satu kreditur untuk melunasi seluruh kewajibannya senilai USD95,09 juta pada Rabu, 1 September 2021. Situasi itu, juga membatasi upaya J Resources dalam mengembangkan salah satu proyek di Doup sebelumnya akan dibiayai kreditur tersebut.
Baca juga: Cermati, Ini Latar Penting Peleburan Pelindo I-IV
Perusahaan tengah berusaha ekstra untuk melunasi pinjaman bank tersebut. Caranya, dengan mencari sumber pendanaan dari investor baru. Namun, mengingat waktu terbatas untuk menggalang dana secara signifikan, perusahaan menghadapi risiko ketidakpastian untuk memenuhi kewajiban keuangan tersebut, dan juga obligasi berkelanjutan I Tahap VI seri A senilai Rp252,2 miliar, akan jatuh tempo pada 7 Desember 2021. ”Sebelumnya, utang-utang itu, direncanakan untuk dilunasi menggunakan kombinasi dari kas internal, dan pendanaan eksternal,” tutur Kresna Piet Wiryawan, Analysts Pefindo, Senin (21/9).
Obligor menyandang peringkat idBBB memiliki kemampuan memadai dibanding obligor Indonesia lain untuk memenuhi komitmen keuangan jangka panjang. Meski begitu, kemampuan obligor lebih mungkin akan terpengaruh perubahan buruk keadaan, dan kondisi ekonomi. Peringkat itu mencerminkan sumber daya dan cadangan tambang perusahaan cukup besar, ekspektasi terhadap biaya tunai produksi (cash cost) rendah, dan permintaan emas tinggi. Namun, peringkat tersebut dibatasi peningkatan risiko refinancing dan likuiditas, struktur permodalan perusahaan agresif, eksposur terhadap fluktuasi harga emas, dan cuaca tidak menguntungkan. ”Risiko mengenai pengembangan tambang belum menghasilkan,” imbuh Kresna.
Baca juga: Tidak Setuju Merger, Pemegang Saham Indosat Ditawari Rp5.247 per Lembar
Ketidakmampuan perusahaan mengatasi risiko pembiayaan kembali, dan likuiditas beberapa minggu mendatang dapat berdampak pada penurunan peringkat secara signifikan. Outlook dapat direvisi menjadi stabil apabila J Resources Asia berhasil memitigasi risiko pembiayaan kembali, dan likuiditas terkait dengan pinjaman yang dimiliki. Termasuk obligasi akan jatuh tempo 6 bulan ke depan. ”Kami dapat menaikkan peringkat apabila J Resources Asia secara signifikan dapat meningkatkan fleksibilitas keuangan termasuk dengan adanya tingkat kepastian cukup tinggi soal komitmen pendanaan untuk mendukung penyelesaian proyek Doup yang juga akan memperbaiki profil bisnis perusahaan secara keseluruhan,” tukas Kresna.
Sekadar informasi, perseroan melalui anak usaha J Resources Nusantara (JRN) mempunyai fasilitas B senilai USD50 juta dari Bank Negara Indonesia (BNI) yang didapat pada 12 April 2019. Fasilitas itu, sejatinya akan jatuh tempo pada 12 April 2020. Berdasar rencana, fasilitas itu akan dilunasi dengan dana hasil right issue. Selain, itu JRN juga mendapat fasilitas A sebesar USD96,529 juta, akan jatuh tempo pada 16 Maret 2024. Kemudian, fasilitas C sebesar USD95,455 juta akan jatuh tempo 8 tahun sejak tanggal perjanjian.
Baca juga: Plot Aga Bakrie sebagai Komisaris Utama Bumi Resources Minerals
J Resources Asia berdiri pada 2002 dengan nama PT Pelita Sejahtera Abadi. Memulai operasi tambang pada 2012 setelah mengakuisisi aset dari Avocet Mining. Operasi Perusahaan meliputi eksplorasi, pertambangan, dan pemrosesan emas. Perusahaan mempunyai aset pertambangan terdiversifikasi di Indonesia, dan Malaysia. Lokasi aset pertambangan perusahaan berlokasi di Penjom, Malaysia; Seruyung, Kalimantan Utara; Bakan, Lanut, Pani, Doup, Bolangitang, dan Bulagidun di Sulawesi Utara.
Perusahaan mempunyai tiga tambang tengah berproduksi. Satu tambang dalam tahap konstruksi, satu tambang dalam tahap pengembangan, dan dua tambang dalam tahap eksplorasi. Per 30 Juni 2021, pemegang saham perusahaan meliputi Jimmy Budiarto 92,50 persen, Sanjaya J 0,02 persen, dan publik 7,48 persen. (abg)