indoposnews.co.id – DPR akan mengawal usulan mengenai pemanfaatan sebagian pendapatan dari pajak dan cukai rokok untuk dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan kesehatan, termasuk penanganan penyakit kanker, kata anggota Komisi IX DPR RI drg. Putih Sari.
Usul pemanfaatan sebagian pajak dan cukai rokok untuk pembiayaan kesehatan ini disampaikan Ketua Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) UGM, Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt. M.B.A. M.Kes dalam dialog dengan para pemangku kepentingan bertema ”Masa Depan Penyintas Kanker di Indonesia: Inovasi pembiayaan kesehatan untuk keberlanjutan layanan pengobatan kanker” yang digelar Ikatan Ekonomi Kesehatan Indonesia (IEKI) pada Sabtu.
“Terkait skema pembiayaan dari cukai rokok menjadi masukan juga saya kira. Nanti saat rapat pembahasan, kebetulan saya juga di Badan Anggaran DPR, bersama teman-teman akan mengawal usulan dr. Diah untuk kita bisa lebih memprioritaskan pembiayaan kesehatan khususnya terhadap kanker,” ujar Putih Sari dalam sesi wawancara bersama media secara daring, Sabtu.
Pemerintah sebenarnya sudah mulai mengalokasikan sebagian dari pajak rokok dan cukai tembakau yang diterima Pemerintah Daerah untuk sektor kesehatan pada tahun 2020. Namun, pada Desember 2020, alokasi dana untuk sektor kesehatan tersebut turun dari 50 persen menjadi 25 persen.
Mengetahui ini, maka diusulkan agar Pemerintah Pusat dapat merealokasi kembali dana untuk sektor kesehatan menjadi 50 persen atau memberikan fleksibiltas penggunaan dana pajak rokok dan cukai tembakau untuk pengembangan sektor kesehatan di tingkat daerah
Baca Juga : Masuk Prolegnas, APAB Dorong UU Kewarganegaraan Ganda Menjadi Prioritas DPR
Di sisi lain, Putih menilai perlunya pemerintah meninjau kembali tujuan awal Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yaitu untuk mencapai cakupan kesehatan masyarakat.
Hal ini, menurut dia, bukan hanya tentang cakupan jumlah kepesertaan, tapi juga cakupan layanan yang dapat menjamin akses ke layanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif , berkualitas dan efektif tanpa menimbulkan beban biaya individu.
Dia juga mendorong Kementerian Kesehatan dan seluruh pihak terkait untuk menerapkan inovasi pembiayaan kesehatan sehingga perluasan terhadap akses pengobatan inovatif khusus penyakit kanker tidak terbentur masalah keterbatasan biaya.
Menurut dia, salah satu inovasi pembiayaan yang dapat dijajaki dalam waktu dekat yakni membuka ruang kolaborasi yang lebih luas dengan berbagai pihak, antara lain produsen obat dan asuransi swasta.
“Misal dengan menyediakan beberapa skema harga dalam program JKN seperti yang sebelumnya pernah diterapkan untuk obat kanker melalui sistem risk sharing atau mekanisme inovatif lainnya,” kata Putih. (ham)