indoposnews.co.id – Film bisa menjadi salah satu cara menangkal narasi, dan propaganda ekstrimis. Maklum, narasi dan propaganda itu, sekarang terus berkembang, dan intensif melalui komunikasi digital. Salah satu sasaran, dan korban propaganda itu para Pekerja Migran Indonesia (PMI) tersebar di berbagai negara.
Itu dilakukan Ruang Migran (RUMI) untuk menjawab fungsi literasi melawan narasi, dan propaganda ekstrimis. Salah satu caranya dengan memproduksi film dokumenter berjudul ‘Pilihan’. Peraih Piala Citra 2011 yang juga pernah menjadi pekerja migran, Ani Ema Susanti menjadi sutradara film ini dengan mengangkat kisah tiga Pekerja Migran Indonesia saling bertolak belakang.
Film itu, menceritakan kisah Listyowati dan Masyitoh, dua pekerja migran di Singapura. Listyowati, pekerja migran asal Sendangkulon berjuang dengan realitas pahit pernikahan. Mimpi-mimpinya tentang kehidupan lebih baik hancur oleh kekejaman suaminya, meninggalkannya kecewa, merindukan tujuan hidup, dan perjalanan berubah drastis ketika ia tersandung atas kekejaman di Timur Tengah.
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri, Mantan Napi Teroris Terafiliasi JAD
Pendiri RUMI Noor Huda Ismail mengatakan pembuatan film itu, ditujukan kepada pekerja migran Indonesia (PMI). Ia menjelaskan film akan diputar kementerian/lembaga terkait, seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk diputar, dan disaksikan PMI sebelum diberikan pelatihan yang dibutuhkan. Pihaknya sengaja fokus untuk menceritakan masalah media sosial, dan bagaimana para pekerja migran menggunakannya dengan bijak.
Oleh sebab itu, PMI yang terjebak radikalisme turut dilibatkan dalam pembuatan film. ”Pendekatan kita adalah bagaimana mantan teroris bisa bercerita dan dikemas dengan baik. Rata-rata kampanye negara kan menunjukkan negara sudah melakukan ini, dan kita tahu bahwa kita tidak tertarik pada hal itu. Kita tertarik kepada cerita, proses, dan apa langkah selanjutnya,” tutur Huda.
Sementara Ani Ema Susanti yang juga menjadi sutradara film itu, mengungkap kisah inspiratif di balik pembuatan film tersebut. Pengalaman Ani Ema sebagai manajer audiovisual di Ruangobrol membawanya bertemu dengan individu terlibat dalam jaringan teroris, dan pekerja migran terjebak dalam jerat eksploitasi. Melalui lensa yang ditawarkannya, ia menyaksikan transformasi individu-individu ini dari radikalisasi hingga menjadi agen perdamaian.
Baca juga: Tiga Tersangka Tindak Pidana Terorisme Ditangkap di Kota Bima
Ani mengaku pembuatan film itu, untuk memperkuat suara para pekerja migran, dan mengatasi eksploitasi. Perjalanan Ani Ema dari seorang pekerja migran hingga menjadi seorang advokat memberikan wawasan mendalam tentang perjuangan, dan tantangan dihadapi jutaan pekerja migran seluruh dunia. Menariknya, Ani Ema bersama Ruang Migran membentuk RUMI Academy, dan memberikan workshop setiap minggu kepada para pekerja Migran.
”Setelah dua bulan mereka bisa praktik menulis cerita lalu kemudian memproduksi film. Mereka juga menjadi sutradara sekaligus pemain. Hasil karya film pendek teman-teman pekerja migran ini bisa diakses melalui aplikasi Ruang Migran Indonesia yang bisa didownload di googleplay store,” tegasnya. (abg)