indoposnews.co.id – SELALU saja, di mana-mana, ada juru selamat. Bagi konglomerat India Gautam Adani, juru selamat itu bernama Rajiv Jain. Orang India juga. Warga Amerika Serikat (AS). Selasa kemarin Rajiv membeli semua saham 4 perusahaan Grup Adani di pasar modal. Rajiv mengeluarkan uang total USD1,8 miliar. Sapu bersih. Dengan demikian harga saham tersebut tidak bisa turun lagi. Rajiv di awal kariernya hanya mengelola dana orang lain. Ia sangat tepercaya. Tidak seperti Indosurya atau lainnya itu.
Lama-lama ia besar. Mendirikan Global Quality Growth (GQG) di Florida, AS. Kini GQG dipercaya sejumlah perusahaan kelas dunia. Untuk mengelola dana lebih mereka –agar kian berlebih lagi. Aksi Rajiv itu, tentu jadi berita besar dunia. Tidak kalah gemparnya dengan kejatuhan harga saham Adani bulan lalu. ”Saham itu kalau harganya jatuh sangat dalam, sangat cepat, dan dalam waktu singkat tidak akan lebih turun lagi,” ujar Rajiv pada berbagai media di India.
Bagaimana Adani bisa menemukan juru selamat seperti Rajiv? Tampaknya ini sudah hubungan tingkat dewa di kahyangan. Banyak yang mempertanyakan: tumben Rajiv mau terjun ke investasi yang lagi dalam keadaan krisis. GQG dikenal luas sebagai perusahaan pengelola dana amat hati-hati. Dalam sejarahnya ia belum pernah melakukan langkah seperti itu. Justru karena kehati-hatiannya itu Rajiv sangat dipercaya. Tapi Rajiv membantah itu. Ia mengaku telah berhitung cermat.
Baca juga: Tuah F1 Danau Toba
Perusahaan Adani itu banyak bergerak di bidang infrastruktur, dan layanan umum. Utangnya hanya tiga kali lipat dari equity. “Di Amerika perusahaan jenis ini utangnya 6 kali lipat. Berarti dua kali lebih jelek dari Adani,” katanya. Tapi kenapa tidak dulu-dulu? Kok baru sekarang? Perusahaan seperti ini, katanya, sangat erat terkait dengan peraturan pemerintah. Peraturan bisa berubah. Kian baik. Sekarang, katanya, peraturannya baik sekali. Dengan peraturan lama belum tentu Rajiv mau investasi.
Rajiv menyebut soal pelabuhan di berbagai lokasi, dan bandara internasional Mumbai. Itu proyek infrastruktur strategis. Investasi untuk jangka panjang. Tapi Rajiv percaya pada kemampuan Adani. Misalnya, saat Adani diserahi mengelola pelabuhan Gujarat. Banyak yang pesimistis. Ternyata Adani membuat pelabuhan itu sangat hebat. Caranya: menyambung rel kereta api ke pelabuhan itu. Intinya, Rajiv melihat masa depan ekonomi India. Yang kini pun tumbuhnya tertinggi di dunia.
Infrastruktur sangat dibutuhkan untuk menopang pertumbuhan itu. Bahwa saham Adani pernah meroket terlalu cepat, menurut Rajiv, ceritanya tidak seperti dipublikasikan Hendenburg Research New York. Bukan karena manipulasi. “Mungkin terbawa nama-nama baik perusahaan serupa di Eropa,” dalihnya. Terserah Rajiv saja. Toh itu uang-uangnya sendiri. Setidaknya, itu uang orang yang percaya penuh padanya. Dan lagi belum tentu pembelian itu pakai uang seperti kita bayangkan saat membeli tahu campur.
Baca juga: Budaya Korporasi
Rajiv ahli membuat skema kelas pengusaha biasa sulit memahaminya. Ini skema benar-benar sudah kelas dewa. Ini uang dewa, untuk menyelamatkan dewa. Yang jelas harga saham Adani sudah langsung merangkak naik. Bisa jadi, 10 tahun lagi, grup Adani sudah jauh lebih besar dari sebelum krisis ini. Konglomerat seperti Sinar Mas pernah mengalaminya. Tahun 1998. Utangnya sampai USD113 miliar. Macet. Pemberi utang lebih dari 150. Nyatanya bisa selamat.
Bahkan dalam 10 tahun sudah jauh lebih besar dari sebelum krisis. Saya pernah berbincang dengan Pak Eka Tjipta Wijaya. Yakni bos besar Sinar Mas. Itu bukan krisis pertama. Sebelum krisis 1998, Sinar Mas pernah beberapa kali nyaris bangkrut. Lalu kian besar. Setelah besar kembali untuk kali ketiga, saya bertanya ke beliau: Apakah membayangkan suatu saat akan bangkrut lagi? Jawabnya saya ingat seumur hidup: untuk perusahaan sekelas Sinar Mas sekarang ini tidak mungkin lagi bisa bangkrut. “Sudah terlalu besar untuk bangkrut,” katanya. Itu diucapkan jauh sebelum krisis 1998. Grup Adani rupanya juga berada di level itu. (Dahlan Iskan)