Indoposonline.NET – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mengantongi mandat penerbitan surat utang lebih dari level Rp75 triliun. Per 30 Juni 2021, menerima mandat emisi namun belum terealisasi yaitu Rp75,58 triliun. Angka itu, didapat dari 42 perusahaan berbagai sektor.
Berdasar sektor, perusahaan induk memiliki rencana emisi terbesar Rp13,75 triliun dari 2 perusahaan, diikuti konstruksi dengan rencana emisi Rp9,7 triliun dari 5 perusahaan. Lalu, sektor multifinance dengan rencana emisi Rp9,30 triliun dari 3 perusahaan, sektor industri bubur kertas dan tisu Rp8,30 triliun dari 2 perusahaan, sektor industri pembiayaan Rp5,75 triliun dari 2 perusahaan, sektor properti Rp5,6 triliun dari 3 perusahaan, dan lainnya.
Baca juga: Waw Mantap, Pefindo Kuasai 84,02 Persen Pangsa Pasar Pemeringkatan Obligasi
Sepanjang semester I-2021, total penerbitan surat utang korporasi nasional Rp43,37 triliun. Angka itu, meningkat dibanding periode sama 2020 senilai Rp30,03 triliun. Penerbitan obligasi korporasi mencapai puncak periode Maret-April lalu. Itu terjadi seiring optimisme pasar terhadap pemulihan ekonomi Indonesia. ”Jumlah penerbit obligasi naik menjadi 28 dari 27 emiten,” tutur Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra, pada diskusi virtual Pefindo, Kamis (8/7).
Sektor multifinance dan lembaga pembiayaan khusus masih mendominasi penerbitan surat utang. Sektor multifinance menerbitkan obligasi senilai Rp8,56 triliun disusul lembaga pembiayaan khusus sebanyak Rp7,11 triliun. Lalu, sektor telekomunikasi dengan nilai emisi Rp4,96 triliun, dan konstruksi sebesar Rp3 triliun.
Baca juga: Keuangan Solid, Pefindo Tegaskan Rating Telkom Indonesia idAAA
Total outstanding obligasi korporasi sebanyak Rp495,98 triliun terdiri dari 141 emiten. Sektor perbankan dan multifinance masih mendominasi total outstanding, masing-masing dengan 30 dan 18 emiten. Prospek emisi obligasi korporasi semester II-2021 masih akan dibayangi sentimen lonjakan penyebaran virus corona di Indonesia. Itu akan mengganjal proses pemulihan ekonomi Indonesia.
Di samping itu, juga ditambah pemberlakuan PPKM Darurat periode 3-20 Juli Jawa-Bali. Selain memperlambat pemulihan ekonomi, persepsi risiko investasi di Indonesia juga akan meningkat di mata para investor. Akibatnya, potensi serapan surat utang korporasi akan menurun. ”Pelaku pasar akan berpikir dua kali sebelum melakukan emisi surat utang,” tegasnya. (abg)