indoposnews.co.id – Topik kewarganegaraan ganda kembali menarik perhatian masyarakat beberapa minggu terakhir. Terutama kala pemerintah akan mempertimbangkan keinginan diaspora Indonesia soal dwi kewarganegaraan. Itu dilontarkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, usai menghadiri Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Bali, pada 18 Mei 2022.
Kabar keterbukaan terhadap perubahan hukum kewarganegaraan itu, disambut baik kalangan keluarga perkawinan campuran Indonesia. Saat ini, pemenuhan hak-hak asasi manusia pasangan warga negara asing (WNA) dalam keluarga perkawinan campuran di Indonesia masih dibatasi.
Baca juga: Simak! Berikut Jumlah Langkah yang Bikin Berat Kamu Turun
Sebagai keluarga dari perkawinan campuran berada pada posisi rentan. ”Hak dasar kami, keluarga perkawinan campuran tidak sepenuhnya didapat. Misalnya, hak mencari nafkah, dan hak memiliki tempat tinggal dengan hak milik, seperti keluarga Indonesia pada umumnya. Itu membuat kami menjadi keluarga rentan,” tutur Nia Schumacher, Ketua Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB).
Pemberian kewarganegaraan ganda diharap dapat memberi perlindungan lebih, membuka kemungkinan pilihan hukum lebih luas bagi pasangan dalam pembagian harta benda maupun bagi anak untuk menjamin perlindungan lebih leluasa. Kewarganegaraan ganda dimaksud adalah untuk suami atau istri berkewarganegaraan Indonesia yang menikah dengan warga negara asing tanpa kehilangan kewarganegaraan Indonesia.
Baca juga: Polisi Hentikan Penyidikan Tewasnya WNA Korsel
Lalu, untuk anak dari keluarga tersebut dengan tetap mempertahankan kedua kewarganegaraan seumur hidup. Dan, supaya pasangan WNA dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tanpa kehilangan kewarganegaraan asalnya, dengan syarat sudah menikah lebih dari 10 tahun. Dengan status kewarganegaraan ganda, seluruh anggota keluarga perkawinan campuran dapat berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan, dan kesejahteraan baik keluarga maupun masyarakat Indonesia secara umum.
Saat ini, Undang-undang Kewarganegaraan (UU 12/2006) adalah terobosan penting tetapi selama 16 tahun sejak UU itu disahkan, dunia menjadi makin dinamis dan bergerak, sehingga makin banyak orang, termasuk warga negara Indonesia, bergerak, dan berintegrasi dengan berbagai komunitas global. Akibat tidak terhindarkan eskalasi perkawinan campuran. Sejak 2000 lebih dari 25 negara telah mengakomodir fenomena tersebut dengan mengubah UU yang mengizinkan kewarganegaraan ganda. Efeknya, kini lebih dari 130 negara di dunia menerima kewarganegaraan ganda.
Baca juga: Luhut Buka Peluang Kaji Tarif Wisatawan Borobudur
Sejumlah pertimbangan ketertiban umum, dan keamanan nasional dikhawatirkan timbul apabila Indonesia mengakomodasi kewarganegaraan ganda, telah diantisipasi dengan menyertakan syarat perkawinan campuran yang memungkinkan penerbitan kewarganegaraan ganda sekurang-kurangnya 10 tahun usia perkawinan yang sah. Pasangan yang telah menikah 10 tahun lazimnya didasari cinta kasih, dan keseriusan membina rumah tangga.
Menurut Bivitri Susanti, Pengajar Hukum Tata Negara dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jantera, tidak perlu ada yang ditakutkan bagi negara menyangkut isu pemberlakuan kewarganegaraan ganda. Ketakutan itu tidak beralasan, dan tidak relevan. ”Jadi, tidak ada yang perlu ditakuti untuk kewarganegaraan ganda,” tegas Bivitri.
Baca juga: Beliberlian.id Luncurkan Produk Perhiasan Berlian Hanya Satu Juta
Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) melalui Nia Schumacher berharap pemerintah mengakomodir tuntutan para keluarga, dan pasangan perkawinan campuran. Itu agar bisa hidup layak, dan mendapat hak-hak sebagai warga negara. ”Kami berharap para pemangku kepentingan, pembuat kebijakan, pemerintah, DPR, dapat membahas isu kewarganegaraan ganda dalam prolegnas 2020-2024, khususnya masuk list Prolegnas prioritas 2023. Kami mengapresiasi segala upaya pemerintah dan DPR sejauh ini untuk melindungi keluarga perkawinan campuran,” seru Nia dalam Webinar, Kamis (2/6).
Webinar Seri 3 dari rangkaian Webinar Kewarganegaraan Ganda garapan LPPSP, dan APAB. Ajang itu, diharap dapat menghasilkan bahan pertimbangan bagi pemerintahan, pihak legislatif, akademisi, dan meningkatkan kesadaran publik tentang kekurangpastian hukum bagi keluarga perkawinan campuran. Bagaimana solusi dalam bentuk kewarganegaraan ganda dapat memberi manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. (abg)